43.💞

921 123 17
                                    

Jangan lupa klik 🌟 dan komen



Di asrama putri Ponpes Al-Munawwaroh .

"LAILI, JATAH MAKAN SANTRI PUTRA UDAH DIBEDAIN?" teriak Adel yang kini sedang mengorek-ngorek nasi yang baru saja matang.

"Udah, Del. Tinggal kurang nasi doang," jawab Laili, teman baru Adel yang seumuran dengannya.

Adel pun mengambil baskom besar untuk dijadikan wadah nasi jatah santri putra. Setelah selesai memindahkan nasi ke baskom, dia menyusul tempat Laili menyajikan lauknya.

"Lai, temenin aku ke asrama putra, yuk. Buat ngasih jatah makan," pinta Adel.

Di Ponpes Al-Munawwaroh, Adel tak ingin hanya sekedar mengaji dan menuntut ilmu agama. Namun, ia juga menawarkan diri untuk selalu membantu memasak makanan, baik untuk santri atau keluarga ndalem. Dia ingin mengamalkan ilmu masaknya yang diperoleh dari Ibunya di Pondok ini.

"Ayokkk!" teriak Laili dengan raut yang sangat bahagia sembari berdiri.

"Semangat amat. Pengen liat siapa, hayo," goda Adel.

"Kang Rama unch-unch, dong!" jawab Laili bar-bar.

Adel hanya menggelengkan kepala. Setahunya, kalau seorang perempuan suka sama laki-laki, semaksimal mungkin dia berusaha untuk menutupi perasannya agar tidak ketahuan. Eh, spesies satu ini malah mengumbar-umbar kalau dia suka sama Kang Rama.

"Ayok, Del. Jangan lama-lama bengongnya. Udah gak sabar ketemu, nih," timpal Laili, kemudian ia merapikan hijab yang dipakainya, "udah rapi belum? Udah cantik belum? Ada yang mencong gak?"

"Mau diapa-apain tuh hijab, bentuknya tetep sama. Mau kamu penyet-penyet, tuh, muka, tetep gak bakal bisa berubah," seloroh Adel lalu mengangkat baskom yang berisi nasi.

"Ih, Adel," sungut Laili.

"Ayok, jalan sekarang!" perintah Adel.

Laili dan Adel berjalan ke asrama putra yang letaknya sekitar tiga puluh meter dari asrama putri. Perjalanan mereka hening tanpa ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka. Mereka fokus dengan tugasnya membawa jatah makan santri putra yang lumayan banyak.

"Assalamualaikum, jatah makan kang!" salam Adel dari pintu bagian belakang asrama putra.

"Waalaikumussalam," jawab santri putra sengan membukakan pintu.

Netra Adel melotot melihat laki-laki yang membukakan pintu.

"Pake alasan apalagi kamu bisa nongolin batang hidung kamu di pondok ini," ketus Adel yang dihadiahi tatapan heran dari Laili.

"Jangan sotoy lo, ya. Gue ke sini buat mondok. Bukan buat bisa ketemu sama, lo. Jadi, jangan geer," tangkas Riski dengan menatap lekat bola mata Adel.

"Siapa juga yang geer. Aku kan cuma tanya, alasan apa lagi yang kamu ucapkan sampe bisa ke pondok ini. Bukan bilang kalau kamu ingin ketemu aku lagi. Letak geernya dimana?" terang Adel tak kalah ketusnya dengan perkataan si Riski.

"Tapi lo udah suudzon sama gue. Niat gue ke pondok ini buat menimba ilmu agama. Eh, Bisa-bisanya lo bilang alesan-alesan segala."

Mahkota Impian Santri ✓[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang