38.💞

883 105 24
                                    

Happy reading 💞
Jangan lupa vote dan komennya.



"Gus Alif," celetuk Adel sedikit terkejut.

Pandangan Gus Alif menatap lurus manik-manik bola hitam Adel. Namun, ia berusaha mengalihkan pandangannya pada objek lain.

Flashback on

"Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad. Saya Alif Sya'bana putra Kiai Wahab dan Bu Nyai Nafisah berniat mengkhitbah saudari Adelia Rahma. Apakah saudari Adel menerima khitbah saya?"

Adel terkejut bukan main. Jantungnya seakan berhenti berdetak. Peredaran darahnya seakan menghentikan prosesnya mengolah darah yang kaya oksigen atau karbon dioksida. Bola matanya seakan keluar dari netranya.

Apakah ini mimpi? Adel mencubit lengannya secara diam-diam memastikan apakah ini di dunia nyata atau dunia delusi. Dan pada akhirnya, dia merasa kesakitan sendiri karena ulah konyolnya tersebut.

Semua mata mengarah padanya. Dia tersenyum kikuk bingung harus menjawab apa. Semua yang terjadi hari ini, sama sekali tak pernah terpikir oleh nalarnya. Ia merasa dia harus segera bangun dari tidurnya.

"Gimana, Nak?" pertanyaan Ummi Nafisah berhasil memecah lamunannya.

Kiai Wahab pun terlihat menunggu mulut Adel terbuka untuk mengatakan sesuatu.

Ia mencoba berpikir keras mengolah kata-kata yang tadi keluar dari mulut Gus Alif.Bukankah ini adalah sebuah Mahkota yang diimpikan oleh seluruh santri yaitu menjadi istri dari Gus dan berlinangan dengan barokah?

Dia menggeleng-gelengkan kepalanya bingung jawaban apa yang akan ia pilih. Antara Iya dan Tidak, semuanya mengandung resiko. Akhirnya dia memejamkan mata sebentar untuk menjernihkan pikirannya.

Tampak Gus Alif yang begitu tegang menunggu lontaran jawaban dari Adel.

Lima menit kemudian, Adel menghela nafas panjang lalu mulai membuka suara.

"Maaf, Ummi, Abah, saya tidak bisa menerima khitbah dari Gus Alif."

Deg

Flashback off

Adel berusaha mengalihkan pandangannya pada Gus Alif. Ia merasa dirinya sangat tidak tahu diri karena telah menolak khitbah seorang Gus Alif. Bukan tanpa alasan Adel mengambil keputusan tersebut. Ada sekat antara dia dan Gus Alif untuk bisa bersama.

"Adel," lirih Gus Alif memotong perjalanan Adel.

Adel berusaha pura-pura tidak mendengar panggilan Gus Alif. Dia tetap melanjutkan perjalanannya melewati tempat Gus Alif berdiri. Air mata telah berada di ujung pelupuk matanya. Dan dia tidak mau kristalnya luruh di depan orang yang sangat dihormatinya sebagai anak Kiai dan gurunya.

"Adel," panggilan kedua Gus Alif membuat langkah Adel reflek berhenti.

Adel pun meminta Ibunya untuk keluar terlebih dahulu dengan alasan masih ada barang yang tertinggal, dan ia harus mengambilnya.

Mahkota Impian Santri ✓[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang