Audisi

365 55 6
                                    

Tekad Jeje untuk ikut audisi sepertinya benar-benar bulat. Ia sudah mati-matian berlatih keras dengan Dannish dan Chandra. Bahkan ia merelakan untuk tidak mengurus kafe miliknya sejenak. Ia juga sering pulang larut dari studio hanya untuk menyelesaikan persiapan lagu yang akan dibawa. Belum juga Dannish yang bahkan memilih bolos kuliah.

Walaupun ia sudah siap, masih ada satu hal yang menjadi kendala mereka. Biaya pendaftarannya yang cukup besar, tidak bisa ditanggung tiga orang, sekalipun bergantung dari hasil penjualan di kafe.

Jeje pun berinisiatif meminta bantuan dana dari kedua orang tuanya. Ia memilih babeh sebagai targetnya. Mengingat ia sudah sering mencoba pada Nyak dan hasilnya ia justru mendapat pidato 3 jam. Katanya cuma buang-buang duit.

Jeje jongkok menunggu sambil melihat babehnya yang masih sibuk ngurus bawah mobil kesayangannya, mencari waktu yang tepat.

"Astagfirullah!" Babeh terkejut saat keluar dari kolong mobilnya. "Ngagetin aja lu!"

Si Jeje udah masang wajah nyengir kuda sambil nunjukkin deretan gigi putihnya.

"Kenape?" Babeh membaca gerak-gerik aneh Jeje membuatnya curiga.

Jeje melirik sekitar sebelum buru-buru mendekat. "Mau ngajak babeh tercinta kerjasama bisnis. Mau yaa?"

"Kafe lu kenapa? Bangkrut?"

"Eh enggak beh, jangan sampe."

"Trus?"

"Jeje mau ikutan audisi band, babeh mau gak mendanai? Itung-itung investasi. Lumayan loh beh kalo Jeje menang, dapet kontrak eksklusif sama label rekaman gede trus sukses dapet royalti besar balik modal ke babeh juga." Jelas Jeje semangat.

Babeh mengerutkan alisnya. "Nyak dah tau? Kalo diijinin Nyak, Babeh mau."

"Yaelah tipe suami takut istri banget sih beh. Ini antar kita berdua aja, anak to bapak, men to men."

Babeh akhirnya bangun, menatap penuh kearah anak pertamanya. Sejenak berpikir. "Ya kalo menang, kalo kalah kayak sebelumnya? Bener dah kata Nyak lu, buang-buang duit."

"Makanya kita coba dulu beh." Jeje terus berusaha meyakinkan babeh.

"Gak."

"Beh~"

"Kagak."

"Babeh~~ cita-cita anaknya masa gak disupport ih."

"Ha.." Babeh menghela napas panjang.

"Percaya deh kali ini, pasti berhasil." Kata Jeje penuh penekanan. Ia juga mengangkat dua jarinya membentuk v sebagai tanda sumpah.

"Okey." Ucap Babeh akhirnya menyerah.

"Yes!"

"Tapi ini yang terakhir. Jadi kalo lu masih minta lagi, kasih kunci mobil lu. Kita jual."

Walaupun sedikit mengerikan, Jeje akhirnya menyetujui kesepakatan itu. Kesepakatan bisnis antar anak dan bapak itu.

Jadi tanpa sepengetahuan Nyak, Babeh memberikan Jeje uang untuk biaya pendaftaran. Jeje tentu senang bukan kepalang. Itu artinya persiapan dan syarat audisi sudah terpenuhi. Tinggal hari eksekusi dimana mereka menampilkan diri di depan juri sekaligus dari pihak promotor.

Sejauh yang Jeje tahu, banyak musisi terkenal yang berangkat dari audisi ini. Maka, tidak heran jika Jeje benar-benar mengeluarkan banyak usaha untuk audisi ini. Sebelumnya bandnya hanya berani ikut di kalangan kota saja, tidak sampai di kelas nasional seperti ini.

Hari eksekusi itu pun tiba. Jeje pagi-pagi tampak sudah rapi menggunakan kaos putih dengan kemeja kotak-kotaknya. Ia juga memakai make up demi membuat juri nanti terkesan.

Kos-kosan MertuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang