Namanya Noah

179 29 12
                                    

Jeje berusaha mengejar kekasihnya yang sudah turun menggunakan lift rumah sakit. Ia kembali berlari dengan tangga agar bisa cepat menyusul Nayla dan sampai lebih dulu di lantai paling dasar. Bahkan ia rela meninggalkan Bonita dan Noah yang masih tetap berada di lantai lima hanya demi gadis itu.

Ting!

Pintu lift terbuka dan langsung mendapati Jeje berdiri diluar menunggunya dengan suara napas terengah-engah. "Nay.."

Gadis itu hanya diam dan lebih memilih melanjutkan langkahnya menuju basement.

"Nayla, tunggu dulu.."

"Apa?! Mau ngelak lagi Noah bukan anak kamu?!" Dengan kasar Nayla melepaskan genggaman sang gitaris. "Udah ada hasilnya Je!"

Ia terdiam, tidak mampu lagi untuk membela. Sedangkan Nayla mulai menangis lagi. Di ruang bawah tanah yang sepi ini, gadis itu menumpahkan semua emosinya yang sudah menumpuk sejak kemarin.

"Harusnya gue ada di kampus sekarang buat sempro tapi bodohnya gue malah lebih milih kesini haha.."

Racauan Nayla tadi langsung dibalas Jeje dengan pelukan erat. Mencoba meredam segukan kencang dari kekasihya. Bisa ia rasakan bahu gadis itu bergetar hebat yang disebabkan olehnya. "Maaf.."

Entah apa yang sudah diperbuat Nayla pada kehidupan sebelumnya sehingga ia harus melewati ini semua. Kisah cintanya tidak pernah mulus. Selalu gagal.

Apa memang dia ditakdirkan seperti itu?

Baru 1,5 tahun ia bersama Jeje, tapi orang ini sudah sukses membuatnya paling nyaman daripada mantan-mantannya. Merasa diperlakukan seperti ratu yang sangat dimanja namun tidak berlebihan. Dia bisa dijadikan teman, sahabat, lawan, partner yang seru buatnya. Ada masanya dimana Jeje nurut banget sama Nayla, namun ada juga waktu dimana giliran Nayla yang jadi pendengar baik untuk Jeje. Intinya Jeje itu paket lengkap. Sangat pas dengannya. Gitaris itu juga berhasil menaklukkan orang tuanya yang bahkan seorang Ian tidak bisa melakukannya. Nayla merasa akan sangat sia-sia jika hubungan yang sudah susah payah ia bangun harus berakhir begitu saja disini. Karena ia sudah terlanjur jatuh cinta terlalu dalam.

Nayla tidak bisa menyalahkan Bonita. Karena wanita itu juga korban. Pasti berat rasanya mengurus Noah selama lebih dari 5 tahun seorang diri di negara orang. Belum lagi Bonita melakukan itu semua disambi dengan kuliah. Ia tidak bisa membayangkan jika itu dirinya.

Dari perbincangan dia dengan wanita itu barusan, Nayla jadi mengetahui sedikit latar belakangnya. Ia sedikit terkejut bahwa ia dan Bonita seumuran. Sama-sama kelahiran 1995. Setelah lulus SMA dia langsung pergi ke Sydney untuk melanjutkan kuliah hukum disana. Dan sekarang dia sudah lulus kemudian menetap disana bersama suaminya yang juga asli sana.

"Sebenernya aku mau ajak Jeje sekalian untuk ikut waktu itu," Ujar Bonita sambil memerhatikan Noah bermain. "Tapi gak jadi. Aku mikir akan lebih baik kalo dia gak tau apapun soal Noah."

Wanita itu perlahan menatap Nayla sambil tersenyum. "Sekarang aku jadi tau tipe Jeje seperti apa setelah ngeliat kamu. Dari dulu dia suka cewek yang lebih tua."

Riil cuy. No debat.

"Kenapa?" Kini giliran Nayla yang melontarkan pertanyaan sehingga membuat Bonita mengerutkan keningnya. "Kenapa waktu itu kamu lebih milih diam? Padahal dengan kamu ngomong langsung Jeje mungkin bisa nerima itu semua dan mau untuk tanggung jawab."

"Nyak dan Babeh. Mereka."

Seketika gadis itu jadi mengerti.

"Aku kenal banget sama sifat strict orangtua Jeje. Mungkin dia bisa terima tapi enggak sama beliau, Nay. Jadi daripada Noah akan diperlakukan buruk nantinya lebih baik aku aja yang tanggung jawab."

Kos-kosan MertuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang