Thirty five||Regret

213 53 7
                                    

Hello my readers!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hello my readers!

Pakabar?

Makasih banyak ya, masih tetep setia baca Aries sampai sekarang.

Karena pertanyaan yang kayak biasanya itu useless, jadi nggak usah ada pertanyaan ya, gais:)

Selamat membaca!♡

*(×_×)*

Atas perintah Valya dan rasa penasaranku, aku menekan tombol play dan video itu terputar. Hugo yang duduk di sampingku juga ikut menontonnya.

"Hai, Na. Aku tau kamu pasti datang kesini. Sebenarnya ini bukan rumah milikku, tapi milikmu...," kulihat dari layar ponsel, Mahesa berbicara dengan pakaian pasien di ranjang rumah sakit. Setidaknya senyum tulusnya membuatku sedikit bisa bernapas lega. Sedikit.

"Na, aku minta maaf karena selama ini udah bohongi kamu soal Valya sebagai pacar sekaligus jodoh palsuku. Kenalin, Valya adalah sepupu yang paling akrab denganku." Kulirik Valya dengan tatapan tak mengerti. Valya mengangguk dan tersenyum singkat. Matanya berkaca-kaca.

"Om Varrel, Papanya Valya adalah dokter penyakit dalam. Waktu SMP dulu, Om Varrel bilang kalau aku mengidap penyakit thalasemia. Penyakit genetik yang terjadi akibat kelainan pada sel darah merah. Alasan aku pergi ninggalin kamu adalah karena Papa sibuk mencari pendonor sumsum tulang untukku dari rumah sakit ke rumah sakit. Itu satu-satunya pengobatan yang bisa nyembuhin aku. Sebenarnya aku nggak terlalu peduli sama penyakit ini. Kalo benar hidupku nggak lama lagi, justru aku cuma pengen ngehabisin saat-saat terakhirku sama kamu. Bukannya sama alat medis. Tapi, Papa terlalu khawatir. Ya... apa boleh buat?" Aku tertegun. Sungguh aku tak pernah menyangka Mahesa selama ini mengidap penyakit mematikan. Rasa sesak seketika menjalar ditubuhku.

"Saat di luar negeri, sebenarnya aku mendapat beberapa pendonor, namun biopsinya tak cocok denganku. Hingga setelah 2 tahun melakukan segala pengobatan dan menunggu pendonor yang cocok, aku memaksa Papa agar kami bisa kembali ke Indonesia, aku bilang kalo kangen banget sama kamu dan Hugo. Aku pengen banget ketemu kamu lagi. Akhirnya Papa nurutin permintaanku."

Mataku memanas. Aku tak bisa membendung air mata yang telah menggumpal. Saat melihat video ini, aku merasa sangat bersalah kepada Mahesa. Hugo merangkul dan mengusap punggungku, berusaha menguatkan.

"Saat kembali ke Indonesia, Valya berperan penting dalam hidupku. Dia yang ikut bekerja keras mencarikanku pendonor. Ikut menjagaku siang-malam." Aku kembali melirik Valya yang masih bergeming menyeka matanya yang tak henti meneteskan cairan.

"Jujur aja, selama hampir 1 tahun di Indonesia, aku terlalu takut untuk sekedar menemuimu. Aku takut kalau kamu benci sama aku karena udah ninggalin tanpa sebab. Tapi saat nggak sengaja tabrakan sama kamu waktu itu sungguh suatu kebahagiaan bisa lihat kamu lagi. Tentunya karena kamu emang alasanku kembali ke Indonesia. Tapi sayangnya hanya sebentar karena tiba-tiba Valya menelponku dan bilang kalau aku harus kontrol. Mau tak mau aku harus mengakhiri pertemuan kita dan kembali berkutik pada medis." Aku jadi merasa iba padanya. Bingung ingin melanjutkan video ini atau tidak. Aku sungguh-sungguh tak tega.

ARIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang