Thirty one||I'm Lose

211 47 13
                                    

Hello my readers!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hello my readers!

Pakabar?

Makasih banyak ya, masih tetep setia baca Aries sampai sekarang.

Karena pertanyaan yang kayak biasanya itu useless, jadi nggak usah ada pertanyaan ya, gais:)

Selamat membaca!♡

*(×_×)*

Kami masih ada disini. Brandon mengajakku jalan-jalan berkeliling Spirtopia. Ia memaksa untuk menggenggam tanganku dengan alibi ini mungkin hari terakhirku berada disini. Ya, aku akan kembali ke bumi. Misiku telah berakhir.

Di depan mataku telah tersaji pemandangan yang membuatku sesak sekaligus lega. Abu dari mayat Draco membentuk gundukan besar menyerupai gunung. Aku masih tak menyangka bisa mengalahkannya.

"Abu itu akan selalu berada di sana. Sebagai kenangan darimu yang akan tetap membekas di hati kami," ujar Brandon sembari menatap lurus abu berbau menyengat itu.

Aku mengangguk. Kubuka tanganku. Kupandangi 2 buah kunci di dalam genggamanku.

"Kau akan mengembalikannya?" tanya Brandon yang menyadari gelagatku.

Kembali kuanggukkan kepala. Kemudian ia menarik tanganku. Membawaku masuk ke hutan. Berjalan santai sambil menikmati pemandangan. Di belakang kami masih ada Raff yang terus memperhatikan gerak-gerik Aries. Aku bingung, sampai sekarang axelebriges betina itu belum juga berubah wujud.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba Aries mengaduh. Kakiku terasa seperti tertusuk jarum. Ternyata Aries tak sengaja menginjak pecahan kaca yang ada disana.

Raff dengan cekatan mencabut kaca itu cepat. "Pelan-pelan, bodoh! Sakit!"

"Kalau pelan-pelan akan lebih lama terasa sakit." Raff merobek ujung bajunya lalu melilitkannya ke kaki domba betina yang berdarah itu. Tentu saja aku ikut merasakan sakit yang sama.

"Siapa yang membuang kaca ini disini? Menyebalkan sekali." Brandon mengumpat sembari memapahku. Padahal sebenarnya tak sesakit lukaku waktu melawan Draco.

Cukup lama dan melelahkan, akhirnya kami sampai di rumah kecil milik Kakak beradik yang bertahan hidup sendiri di tengah hutan ini.

Kuketuk pintu pelan. Perasaanku sangat senang bisa menyelamatkan nyawa Medivh yang secara fisik sangat mirip sekali dengan Mahesa. Walaupun aku membencinya, tapi aku sadar bahwa ia bukanlah Mahesa.

Seseorang membukakan pintu. Dengan gadis manis di sampingnya, ia membalas senyumku ramah. Mempersilakanku masuk. Menawariku minum namun aku menolaknya halus. Raff yang sebenarnya kehausan berusaha menelan ludah.

ARIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang