Twenty||Gipsi's Village

257 58 14
                                    

Hello my readers!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hello my readers!

Pakabar?

Gimana kalau kita mulai dengan tanya-jawab dulu?

1. Gimana part 19 kemarin? Bagus, nggak?

2. Apa yang bikin kalian pencet part 20 ini?

3. Libur panjang kali ini kalian ngapain aja?

4. Pilih sekolah offline apa online?

5. Udah siap baca lanjutan kisahnya?

Oke!
Silakan baca!

Dinikmati aja alurnya, sambil halu ria ya, kan?
Selamat membaca:)

*(×_×)*

Setelah hari menginjak siang, aku dan Brandon kembali ke desa. Terlihat para wanita gipsi bekerja sama untuk memasak. Aku menghampiri salah satu gadis muda seumuranku yang sedang memotong sayuran.

"May I help you?" tanyaku begitu duduk di sampingnya.

"Oh, sure!" jawabnya antusias. Ia mengatakan apa saja yang harus aku kerjakan. Walau sosok Ellena Hermione Ariesta yang terkenal tidak pernah bisa dan tidak pernah mau bergulat dengan apapun yang ada di dapur. Namun aku masih ingat saat Ibu mengajariku memasak nasi goreng spesial untuk Hugo. Entah mengapa waktu itu aku pertama kali teramat sangat ingin memasak dan Hugo adalah pencicip makanan yang pertama kali aku buat. Benar-benar yang pertama di sepanjang hidupku ini.

Setelah memotong semua sayur dan daging ikan yang mereka dapat dari sungai, gadis gipsi itu memasukkannya ke dalam sebuah panci yang khas karena aku tak pernah melihatnya sebelumnya. "Panci itu terbuat dari apa?"

"Ini dari batu serbaguna yang terdapat banyak di tanah Spirtopia. Sebagian besar masyarakat Spirtopia menggunakan batu ini untuk membuat alat-alat memasak. Aku tak tahu namanya. Mereka hanya menyebutnya batu serbaguna."

Aku mengangguk mengerti. Meski di benakku masih menampilkan banyak pertanyaan yang tak mungkin untuk kutanyakan. Seperti, bagaimana bentuk asli batu itu? Bagaimana mereka mendapatkannya? Bagaimana mereka mengolahnya menjadi alat memasak? Pasalnya, batu itu terlihat berwarna seperti perak mengkilap yang tentunya menghasilkan banyak uang jika mereka menjualnya di bumi.

Membuat makanan untuk semua orang gipsi tentu mengabiskan waktu yang cukup lama. Meski kaum gipsi tak sebanyak kaum groze,ㅡkaum yang menghuni desa asal Ellestaㅡtetap saja disebut banyak karena mereka adalah sebuah kaum.

ARIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang