One||Just an Introduction

6.6K 466 355
                                    

Hello my readers!Pakabar?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hello my readers!
Pakabar?

Gimana kalau kita mulai dengan tanya-jawab dulu?

1. Apa sih, alasan kalian baca Aries? Zodiak kalian, kah? Atau karena kalian penasaran sama ceritanya?

2. Prolog kemarin bagus nggak? Kepo nggak sama kisah hidupnya Ellen?

3. Kira-kira perawakan Ellen yang ada dibenak kalian gimana, sih?

4. Udah siap baca kisahnya?

Oke!
Silakan baca!

Dinikmati aja alurnya, sambil halu ria ya, kan?
Selamat membaca:)

*(×_×)*

Aku mematut diriku di depan cermin. Di dalam cermin tersebut terpantul bayangan seorang gadis berkulit putih dengan rambut pirang lurus tanpa pengikat. Ya, itu aku. Kupakai lapisan terakhir dari seragamku, jas pelengkap.

Aku berjalan terburu-buru menuju ruang makan. Langkahku bisa terdengar karena rumahku memang seluruhnya berlantai kayu.

Aku duduk dan segera melahap roti isi buatan Ibu.

"Kok baru makan, Nak? Sebentar lagi Hugo datang, lho." Pandangan Ibu masih tertuju pada layar laptop yang menampilkan deretan kata. Ibuku adalah seorang penulis.

"Alarm-nya mati," jawabku setelah menelan.

"Oh, yaudah, nanti Ibu benerin, deh."

Benar kata Ibu, suara deru motor di luar. Hanya kulirik sekilas sambil melanjutkan makan.

"Pagi, Tante!" Hugo meletakkan dagunya di atas kepalaku. Hampir saja aku tersedak karenanya. "Nana dalem kok masih makan aja, sih. Ayo berangkat sekarang. Nanti teㅡaww!" Kujambak rambut Hugo agar menjauh dari kepalaku. Ia mengaduh sambil merapikan rambutnya kembali. Aku di tegur Ibu karenanya. Ah, siapa suruh dia bikin gara-gara.

"Lihat nih! Masih jam 6 aja lebih 10 menit doang. Telat apaan sih!" Kutunjukkan arloji merahku di depan wajah Hugo, hingga ia sedikit memundurkan wajahnya. Masih kulanjutkan makanku dengan santai hingga benar-benar habis.

Aku berdiri dan berpamitan dengan Ibu. Mendahului keluar rumah, meninggalkan Hugo yang masih menyalami Ibu di dalam.

Setiap pagi, seperti inilah pemandangan yang biasa di lihat. Aku akan berangkat sekolah bersama Hugo, mengendarai motor sport hitamnya. Dengan potongan rambut pirangnya yang keren, tubuh yang cukup tinggi, dan sinar mata yang selalu berbicara, Hugo bisa dibilang kece. Walau seringnya cerewet sih, suka menggangguku, nggak jelas banget. Itu aja point minusnya.

ARIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang