Twenty five||Scars

247 53 9
                                    

Hello my readers!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hello my readers!

Pakabar?

Makasih banyak ya, masih tetep setia baca Aries sampai sekarang.

Karena pertanyaan yang kayak biasanya itu useless, jadi nggak usah ada pertanyaan ya, gais:)

Author ganti sama pertanyaan dari readers? Ada?

Selamat membaca!♡

*(×_×)*

Hugo's views...

Aku meraih tas dan menggendongnya. Begitu bel dibunyikan, semua murid mulai berhamburan dari kelasnya dengan wajah yang terlihat letih namun tetap saja terselip perasaan lega diantaranya.

Hari ini adalah hari berakhirnya perjuangan murid-murid melawan banyak soal memusingkan yang diberikan oleh guru. Ulangan tengah semester berhasil aku lalui dengan semangat belajar yang meningkat. Meski tanpa Ellena, justru karena ia aku harus belajar giat agar bisa menyampaikan kembali semua pelajaran yang Ellena tinggalkan.

"Akhirnya selesai juga," ujar Meika dengan wajah yang terlihat cukup pucat. Entahlah, meskipun selalu tampak sehat seperti biasa, tak jarang juga tubuhnya lemas. Aku sering menghabiskan waktu untuk menemaninya di UKS.

"Go...," panggilnya saat kami berada di dalam lift menuju ke lantai bawah.

"Apa, Mei?"

"Jalan-jalan dulu, yok! Gue pengen jalan-jalan." Ia terlihat melayangkan raut memohonnya kepadaku.

"Mau jalan-jalan kemana?"

Meika mendengus. "Yang namanya jalan-jalan, ya nggak perlu ada tujuan."

"Tapi Mei, kamu kan..." Meika buru-buru berdecak. Wajahnya berubah masam. "Yaudah, ayo!" Seketika senyumnya merekah sempurna.

Aku memasangkan jaket di tubuh Meika. Pasalnya, ia tadi hanya menalinya di pinggang. Meika bersikeras tak ingin memakainya dan berkata bahwa ia tak kedinginan namun aku tak menghiraukannya. Kututupi juga kepalanya dengan tudung jaketnya.

Motorku berjalan dengan kecepatan sedang. Tak ada interaksi selama perjalanan, hanya suara deru motor yang bersimpangan di jalan raya Jakarta.

Setelaj perjalanan cukup lama, aku menghentikan motorku di parkiran. Lalu menggandeng tangan Meika menuju ke sebuah dermaga. Saat kami datang, disana tak terlalu ramai pengunjung. Hanya ada beberapa pasangan yang menggunakan tempat itu untuk berpacaran. Huft, tak apa. Aku juga kesini bersama sahabatku, bukan?

Meika tersenyum. Matanya memejam sambil menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya.

Kami memutuskan untuk duduk di salah satu kursi panjang disana. Meika bercerita panjang lebar. Mulai dari ia yang merindukan Papinya, hingga hubungannya dengan Sagi yang terlihat abu-abu. Tak henti-hentinya ia berharap pada harapan yang semu. Entah apa yang membuatnya begitu yakin pada kepastian yang tak pasti.

ARIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang