Six||Dream Catcher

736 106 40
                                        

Hello my readers!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hello my readers!

Pakabar?

Gimana kalau kita mulai dengan tanya-jawab dulu?

1. Gimana part 5 kemarin? Bagus, nggak?

2. Apa yang bikin kalian pencet part 6 ini?

3. Hal apa sih, yang sering kalian haluin? Wkwk

4. Sejauh ini, kasih satu kata buat cerita ini, dong!

5. Udah siap baca lanjutan kisahnya?

Oke!
Silakan baca!

Dinikmati aja alurnya, sambil halu ria ya, kan?
Selamat membaca:)

*(×_×)*

Kubuka mataku untuk membuktikan. Dan ternyata...

Ya, ruangan klasik ini lagi. Masih berpakaian sama seperti kemarin, pandanganku mengarah keluar jendela disamping kasurku.

Terlihat sebuah lahan kosong, sepertinya lapangan pacuan kuda. Tak terdapat apa-apa disana. Hanya beberapa orang yang menunggangi kuda di lapangan tandus itu.

Dibelakangku tiba-tiba terdengar suara langkah kaki, tapi sungguh itu bukan kakiku. Selain karena lantainya terbuat dari kayu, ruangan ini cukup hening. Jadi melangkah sedikit saja sudah terdengar.

Aku ragu untuk menoleh ke belakang. Seketika teringat dengan ular kobra yang hampir menyerangku kemarin. Jika benar hewan itu yang menimbulkan suara derap kaki... eh, tunggu! Ular memang punya kaki? Ah, apapun dan siapapun dibelakangku, ingin rasanya aku lompat keluar jendela saja. Syukur kalau aku langsung terbangun dari mimpi ini. Kalau terasa sakit seperti kemarin? Kan aku juga yang susah.

Kupaksakan memberanikan diri untuk berbalik sambil mengambil ancang-ancang untuk pingsan. Namun justru yang berada dihadapanku hanyalah seekor domba. Ah, kuhela napas lega.

Aku duduk disamping domba itu sambil mengelusnya pelan. Jadi kangen Aries.

"Hai. Kok kamu bisa sampai sini, sih? Siapa yang nganter?" Seketika senyumku surut dan otakku mulai berpikir. "Oh, iya. Perasaan nggak ada suara pintu dibuka, lho. Tadi pas aku bangun dari kasur juga belum ada domba ini. Kok... kok... hah?!" gumamku terkaget sendiri.

"Tidak perlu terkejut," suara seseorang yang kudengar menggunakan Bahasa Inggris.

"Hah? Siapa yang ngomong?" Aku celingukan menoleh kanan-kiri mencari sumber suara. Kok, nggak ada orangnya, sih?

ARIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang