Thirty eight||Déjà vu

252 53 31
                                    

Hello my readers!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hello my readers!

Pakabar?

Makasih banyak ya, masih tetep setia baca Aries sampai sekarang.

Karena pertanyaan yang kayak biasanya itu useless, jadi nggak usah ada pertanyaan ya, gais:)

Selamat membaca!♡

*(×_×)*

Back to Ellena's views...

Banyak orang bilang hari minggu adalah hari yang tepat untuk bermalas-malasan. Namun akhir-akhir ini aku lebih suka bangun pagi dan melukis sambil menunggu sarapan dari Ibu.

Dan minggu ini aku pun begitu. Bangun ketika sinar matahari telah menghangati tubuhku di balik selimut. Alarm berbunyi saat pukul 7 tepatㅡmaaf, itu tentu masih bisa di anggap pagi daripada kalian yang bangun jam 9. Aku segera beringsut dari kasur dan mandi.

Ibu menyapaku di dapur yang telah disajikan makanan.

"Bu, nanti aku mau pergi, ya." Aku meminta izin kepada Ibu.

"Mau kemana?"

"Ada janji sama temen," jawabku sembari menarik kursi di samping Ibu.

Aku mengambil sepiring nasi ditambah lauk yang tersedia. Ibu menuangkan segelas air putih untukku.

Ibu mengangguk. "Meika? Hugo?"

"Temen Nana bukan cuma Mei sama Hugo kali, Bu," jawabku sambil mengunyah. Ibu terkekeh singkat tanpa bertanya lebih lanjut.

Kemudian ruang makan kini terasa damai, sunyi dan menenangkan. Hingga tiba-tiba...

"Selamat pagi Tante Liza! Pagi Nana dalem!" Suara itu menggema. Memekakkan telinga seisi rumah.

Siapa lagi kalau bukan Hugo. Kebiasaan lelaki itu masuk tanpa mengetuk. Lalu menyapaku dan Ibu dengan berteriak. Aku tahu memang niat dia hanya untuk menunjukkan semangatnya. Tapi itu sungguh mengganggu telingaku.

"Pagi juga, Go. Udah makan?" tanya Ibu kepadanya. Hugo mengangguk semangat.

Hugo sok merapikan hoodie putih bersihnya. Kemudian menyugar rambutnya yang masih basah lalu tersenyum jenaka dengan alis yang dinaik-turunkan. Andai bisa, aku akan menampolnya. Ada Ibu disini, aku harus bersabar. "Ganteng nggak, Nana dalem?"

"Nggak."

"Ye, nggak asik!" Hugo melengos. Ia berganti menoleh kepada Ibu. "Aku ganteng kan, Tante?" Ibu tertawa dan mengiyakan begitu saja. Ibu hanya tidak ingin menyakiti hati Hugo.

Hugo mengambil duduk di depanku. Dengan menopang dagunya, ia menatapku yang sedang menggigit paha ayam. Sudah digoreng! Awas saja ada yang comment aku makan paha ayam mentah-mentah langsung dari ayamnya.

ARIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang