"eomma." Pemuda berambut hitam lebat itu memanggil ibunya dengan suara lembutnya. Begitu sepasang mata bulat berbinarnya menangkap sesosok pria yang sedang memasak di dapur, senyumannya merekah. Pemuda ini pun berjalan cepat menghampiri pria tersebut.
"Eomma, selamat pagi." Jaemin menyapa ibunya dibalas senyuman manis dari pria tersebut. Tangan lentiknya meraih pipi Jaemin, mengelusnya perlahan lalu mengecup keningnya lembut.
"Selamat pagi. Eomma sudah membuat sarapan untukmu dan bekal untuk makan siang."
Dong Sicheng namanya. Pria bertubuh ramping yang melahirkan sesosok Jaemin 15 tahun yang lalu. Ia merupakan seorang pelatih tari tradisional asal China yang menikah dengan seorang dosen Sastra Jepang bernama Nakamoto Yuta, ialah ayah kandung dari Na Jaemin. Sicheng memiliki sifat baik, penyayang, dan murah senyum. Ia lebih mencintai putra semata wayangnya ini daripada suaminya sendiri. Alasannya adalah karena Jaemin begitu lucu dan menggemaskan.
"Eomma aku..." Jaemin tampak menggantung perkataannya. Ragu ingin mengucapkannya atau tidak.
Sicheng menaikkan satu alisnya, "Ya?"
"Ahh... Bisakah eomma membuat satu bekal makan siang lagi?"
"Untuk siapa?"
"Itu... Untuk teman Jaemin."
Sicheng tersenyum menggoda kemudan terkekeh kecil. Pria itu menggeleng lalu meraih sebuah kotak makan berwarna putih dari rak di atas kepalanya. Sicheng mengusap lengan putra semata wayangnya yang mati-matian sedang menahan malu dengan cara menutup wajah merahnya menggunakan kedua telapak tangan.
"Tentu saja. Sekarang kamu bisa bantu eomma?"
Jaemin mengangguk patuh.
"Katakan pada appa untuk cepat bersiap dan segera sarapan, dua puluh menit lagi kalian harus berangkat."
Kepalanya mengangguk cepat kemudian tubuhnya yang kecil itu berlari menuju lantai atas dimana kamar orang tuanya terletak. Sicheng tersenyum manis, ia merasa sangat beruntung karena berhasil melahirkan seorang anak seperti Jaemin. Jaemin mengingatkan dirinya akan masa mudanya, Sicheng selalu meminta ibunya untuk membuatkan dua bekal makanan. Yang satu untuk ia makan nanti sedangkan yang satu akan ia berikan kepada pujaan hatinya kala itu. Sicheng mengerti bahwa satu bekal yang sedang ia siapkan ini akan Jaemin berikan kepada pujaan hatinya nanti.
Setelah bekal tersebut selesai dibuat, Sicheng meraih kertas note berwarna pink serta sebuah pena berwarna hitam. Tangan lentiknya menuliskan beberapa patah kata di atas kertas kecil itu lalu menempelkannya di atas tutup bekal makanan tersebut.
Ia menghela nafas panjang. Matanya tak sengaja melihat sebuah bingkai foto berukuran sedang yang memang terletak di atas meja counter dapur. Foto berbingkai putih itu berisi foto Jaemin dua bulan lalu. Wajah Jaemin tampak bahagia dengan senyuman manisnya serta pakaian berwarna birunya mudanya yang begitu cerah. Di balik bingkainya Sicheng juga menuliskan nama Jaemin dalam aksara China.
那寨民 Na Zhai Min
Sedangkan di sebelahnya terdapat aksara Jepang yang juga membentuk nama Jaemin.
中本 ジェミン Nakamoto Jaemin
Pria berwajah mungil itu terkekeh kecil. Awalnya hanya dirinyalah yang menuliskan nama Jaemin di balik bingkai tersebut tetapi Yuta merengut tidak suka alhasil Yuta juga ikut menuliskan nama putra semata wayangnya di samping aksara China tersebut. Sedangkan Jaemin hanya bisa menepuk jidatnya sesekali terkekeh karena kedua orang tuanya berdebat cukup lama hanya karena namanya. Inilah resiko memiliki orang tua berbeda negara.
KAMU SEDANG MEMBACA
[REVISI] positions. | JenoJaemin
Fanfiction[REVISI] Terakhir kali Jeno melihatnya, dia hanyalah seorang anak laki-laki labil yang tidak mengerti apa itu cinta. Penampilannya culun, senyuman lebar seperti badut, dan rambut berbentuk mangkuk. Namun semuanya berbeda ketika Jeno datang ke sebuah...