Datanglah ke ruang privat 3 di Restoran Cina tengah kota. Aku menunggu kedatanganmu besok jam tiga sore.
- Jung Jaehyun
Jaemin menghembuskan nafasnya kasar lalu berjalan cepat menuju restoran yang dituju. Tadi malam saat dirinya berhasil memaksa Jeno untuk pulang ke rumah, Jaemin mendapatkan pesan dari nomor tidak dikenal yang ternyata adalah nomor dari ayah Jeno; Jung Jaehyun. Tanpa sepengetahuan Jeno, Jaemin memberanikan diri datang menemui Jaehyun di restoran tersebut dengan tangan kosong.
Lelaki itu menghadap kepada seorang resepsionis, menyebutkan namanya dan menyebutkan apa tujuannya kemari setelah itu salah satu pelayan mengantarnya ke lantai 3, lebih tepatnya ke ruang privat yang sudah Jaehyun sewa untuk pertemuan mereka.
Tanpa basa basi Jaemin segera masuk ke dalam. Ia disambut seorang pria tampan yang sedang duduk di sofa sambil menyilangkan kaki kanannya di atas kaki kiri. Tiba-tiba Jaemin merasa gugup, ia meneguk ludahnya kasar sebelum membungkuk sopan. Jaehyun tersenyum tipis. Dirinya pun berdiri lalu mengulurkan tangan kanannya.
"Selamat sore, duduklah."
Jaemin menjabat tangan Jaehyun sopan, lalu mengangguk kaku, "ne." Ia hanya takjub dengan ketampanan Jaehyun, padahal pria itu sudah memasuki usia kepala empat tetapi wajahnya terlihat awet muda. Jika boleh, Jaemin ingin menjadi istri kedua pria tersebut.
Argh tidak, Jaemin masih merasa marah kepada pria ini.
Akhirnya Jaemin duduk di hadapan Jaehyun. Merapatkan kedua kakinya, meletakkan kedua tangan di atas paha lalu menatap lurus ke arah Jaehyun. Jaemin mengerti sekarang kenapa Jeno memiliki ketampanan yang berbeda dari dua saudaranya, gen Jaehyun lebih banyak di diri Jeno. Entah itu dari segi fisik maupun sifat.
Pria itu memakai setelan jas berwarna hitam lengkap dengan dasi dan sepatu mengkilap, rambutnya disisir membentuk simbol koma, jam tangan mahal melingkar indah di pergelangan tangannya. Dan cara Jaehyun duduk pun bisa menggambarkan betapa elegannya pria yang satu ini.
Jaemin jadi minder.
"Apa kamu ingin memesan sesuatu?" Tanya Jaehyun memecah keheningan di antara mereka.
Sontak Jaemin pun menggeleng cepat, "tidak terima kasih, Tuan. Aku sudah makan sebelum datang kemari."
Jaehyun mengangguk mengerti. Ruangan ini terasa sangat nyaman dan terkesan mewah. Banyak barang-barang ornamen khas negara tirai bambu, sofanya pun terbuat dari kulit yang mahal. Tirai jendelanya terlihat besar dan berwarna merah, menandakan warna keberuntungan orang-orang Cina.
Jaemin pernah dengar dari ibunya sendiri.
"Sebelum itu, terima kasih telah menerima undanganku. Kamu datang tepat waktu, cukup mengesankan." Jaemin menjawabnya dengan anggukan dan senyuman canggung.
"Jadi Na Jaemin, aku ingin meminta permohonan maaf darimu karena perkataanku dan sikapku kemarin. Tidak seharusnya aku melakukannya." Jaehyun tersenyum, membuat wajah Jaemin merona merah. Sial! Dia benar-benar tampan!
"Ah itu," Jaemin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "bagaimana jika kita lupakan saja? Hehe."
"Kini aku mengerti kenapa Jeno sangat mencintaimu. Jeno menginginkan seseorang yang mencintainya dengan tulus dan selalu memberinya kasih sayang. Mungkin Jeno mendapatkannya saat dia bersamamu."
Sontak lelaki muda itu kembali menatap Jaehyun.
"Aku sangat berterima kasih untuk itu, Na Jaemin. Sebagai orang tua aku dan istriku akan membebaskan anak-anak kami memilih siapapun untuk dijadikan pendamping hidup."
Jaemin tidak bisa berkata-kata. Apakah ini merupakan kesempatan emas untuk Jeno dan Jaemin? Tapi kok terlihat meragukan.
"Bagaimana? Apa kamu bisa kami percayai untuk mendampingi Jeno dengan baik ke depannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[REVISI] positions. | JenoJaemin
Fanfiction[REVISI] Terakhir kali Jeno melihatnya, dia hanyalah seorang anak laki-laki labil yang tidak mengerti apa itu cinta. Penampilannya culun, senyuman lebar seperti badut, dan rambut berbentuk mangkuk. Namun semuanya berbeda ketika Jeno datang ke sebuah...