"Haechan?"
"Na Jaemin!"
Jaemin tersenyum lebar melihat teman dekatnya kini berlari ke arahnya. Mereka berpelukan sambil melompat-lompat kecil karena mereka benar-benar rindu. Sudah nyaris dua minggu Jaemin tidak bertemu dengan Haechan karena Haechan sibuk mengurus kepindahannya ke rumah keluarga barunya. Mendengar itu Jaemin terkejut bukan main, Jaemin terus menghubungi Haechan untuk meminta penjelasan atau klarifikasi atas pernyataan yang Haechan katakan. Alhasil mereka memutuskan untuk bertemu di depan sebuah kedai kopi pada sore hari.
Setelah puas berpelukan hingga menarik perhatian orang yang lewat, akhirnya mereka melepas pelukan erat tersebut. Jaemin mendengus kemudian memukul kepala haechan menggunakan telapak tangannya, "kenapa kau tidak mengabariku jika kau ingin pindah? Tahu begitu maka aku akan membantumu, bodoh."
Haechan juga memukul kepala Jaemin lalu mencebik, "kau ini keras kepala! Aku tidak sendirian mengemasi barang-barangku. Sudahlah ayo kita masuk!"
Mereka pun duduk di salah satu meja yang tersedia di sana lebih tepatnya di dekat jendela. Jaemin dan Haechan memesan kopi serta beberapa roti berbagai rasa. Jaemin memandangi Haechan dari ujung kepala hingga ke bawah, Haechan jauh lebih bersinar daripada biasanya. Pemuda itu juga terlihat lebih bulat.
"Jadi bisakah kau beri tahu aku apa yang terjadi?" Ujar Jaemin dengan santai namun terkesan memaksa.
Haechan mendengus sebal, akhirnya ia melipat kedua tangan di depan dada lalu mulai bercerita.
"Ada sepasang suami istri yang bertemu denganku di bar dua minggu lalu, namanya Johnny dan Ten. Kami berbincang sebentar sebelum mereka meminta nomor ponselku sebelum beberapa hari kemudian Tuan Lee menghubungiku, lalu kami berdua pun pergi menghabiskan waktu bersama. Dia membelikan berbagai macam barang dan makanan untukku hari itu. Akhirnya kami berdiri di dekat sungai Han sambil menikmati senja." Haechan tersenyum kecil, "dia bilang dia ingin merawatku seperti anaknya sendiri. Dia dan suaminya sudah sepakat untuk mengadopsiku, begitu juga dengan anak sulung mereka yang sekarang sudah menjadi kakakku. Tapi dia belum pulang juga padahal aku ingin bertemu dengannya." Haechan merengek kecil sambil mengusap air mata imajinasinya.
Jaemin mendekatkan wajahnya ke arah Haechan, "kenapa dia mau mengadopsi tukang makan dan tukang tidur sepertimu?" Tanyanya.
"Ya karena aku manis." Sontak Jaemin berdecih sebal, "bercanda! Jangan dibawa serius, santai saja~"
"Rahimnya sudah tidak bisa berfungsi, mereka sudah mencoba berulang kali tapi tetap saja Tuan Lee gagal mengandung. Mereka menginginkan seorang anak untuk mereka rawat, anak sulung mereka pun menginginkan seorang adik. Aku tidak mengerti kenapa mereka memilihku padahal masih banyak anak-anak yatim piatu di panti asuhan yang jauh lebih baik dariku. Namun Tuan Lee menolak, ia hanya ingin aku yang menjadi bagian dari keluarga mereka dan aku keluar dari pekerjaanku, tinggal bersama mereka dan mendapat kasih sayang lebih setelah sekian lama hidup tanpa orang tua. Rasanya indah sekali, Jaemin-ah." Sepasang mata berbinar itu membuat Jaemin tersenyum lega. Ia mengangguk, menepuk bahu Haechan berulang kali.
"Aku harap mereka akan selalu menjagamu, merawatmu, dan memberikan kasih sayang lebih untukmu. Kau telah memilih pilihan yang tepat, Haechan. Selamat!"
Haechan terkekeh kecil, "terima kasih. Kau bisa berkunjung ke rumahku jika kau ingin."
"Baiklah jika aku bisa mengambil cuti."
"Baiklah."
"Kau benar-benar..." Jaemin menggeleng kecil, "bagaimana bisa mereka sudi mengadopsimu?"
"Apa maksudmu hah!?" Haechan sudah menggulung lengan bajunya dan mengepalkan tangannya di udara bersiap meninju wajah Jaemin.
KAMU SEDANG MEMBACA
[REVISI] positions. | JenoJaemin
Fanfiction[REVISI] Terakhir kali Jeno melihatnya, dia hanyalah seorang anak laki-laki labil yang tidak mengerti apa itu cinta. Penampilannya culun, senyuman lebar seperti badut, dan rambut berbentuk mangkuk. Namun semuanya berbeda ketika Jeno datang ke sebuah...