Jeno merapikan posisi dasi panjangnya di kerah kemeja. Setelah itu ia memakai jas hitamnya sebagai pelengkap.
Malam ini keluarganya kedatangan tamu yang merupakan kolega bisnis dari luar kota. Mau tidak mau, sebagai anak yang baik maka Jeno harus menghadiri acara makan malam bersama tersebut. Kaki jenjangnya yang dibalut celana berwarna hitam dan sepatu mengkilap berjalan keluar kamar dengan anggun. Melirik ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangan kiri, ia tidak boleh terlambat.
Ia berjalan menuruni tangga lalu segera masuk ke dalam ruang makan. Tubuhnya membungkuk kecil memberi salam kepada tamu-tamu yang sudah duduk manis, serta memberi salam juga kepada kedua orang tuanya.
"Jeno, duduklah." Ujar sang ayah, Jaehyun. Jeno mengangguk patuh lalu memposiskan dirinya untuk duduk di samping Stephen yang sibuk memandangi sajian-sajian lezat di atas meja.
Jeno melirik ke arah sang kakak yang memang duduk di depan Stephen, sehingga tatapan mereka langsung bertemu. Mark menyeringai kecil, membuat Jeno tak sabar untuk menghabisinya setelah acara ini selesai. Kedua tangannya mengepal kuat di bawah meja, menahan diri untuk tidak merusak acara makan malam mereka.
Lalu mereka semua mulai menyantap makanan tersebut. Sesekali tertawa karena beberapa lelucon yang dilontarkan satu sama lain. Jeno masih tetap fokus pada makanannya, tidak tertarik dengan topik pembicaraan mereka.
"Jadi Jaehyun-ssi, siapa yang akan meneruskan perusahaanmu selanjutnya?" Tanya salah satu pria setelah mereka selesai makan malam.
Jaehyun tersenyum simpul hingga lesung pipinya muncul, "aku belum memastikannya tetapi aku mempercayai perusahaan kepada anak-anakku, Mark dan Jeno. Aku akan memilih salah satu dari mereka tapi bukan sekarang. Lebih tepatnya 4 tahun lagi saat mereka sudah menginjak usia 25 tahun."
"Benarkah? Siapa yang lebih menarik perhatianmu?"
"Mark." Jaehyun tersenyum lalu meneguk minumannya. Jeno mendongak, memandang Mark yang tersenyum bangga. Rahang lelaki itu mengeras, semua ini tidak boleh terjadi. Bagaimanapun juga ia harus menggeser posisi kakaknya itu hingga dirinyalah yang terlihat menarik di mata Jaehyun.
"Bagaimana dengan Stephen? Bukankah dia termasuk penerus juga?" Seorang wanita bertanya karena penasaran kenapa Stephen tidak termasuk ke dalam kandidat penerus perusahaan besar itu.
Taeyong berdehem singkat, ia tersenyum menanggapinya sebelum berkata, "Stephen lebih memilih untuk menyelesaikan pendidikannya terlebih dahulu."
"Ya, lagipula aku tidak tertarik untuk mengambil alih perusahaan. Aku lebih baik berkarir seperti eomma ." Stephen angkat bicara membuat beberapa orang tertawa geli mendengarnya. Taeyong tersenyum simpul, mengangguk kecil merespon ucapan bayi bungsunya.
"Aku permisi." Jeno berdiri lalu berjalan keluar dari rumah. Ia menghela nafas panjang lalu menyender pada pilar di teras rumah besarnya. Ia tidak bisa menahan amarahnya lagi, ia benar-benar membenci kakaknya yang satu itu!
Tiba-tiba terdengar suara kekehan kecil namun lebih terdengar seperti meremehkan. Jeno berbalik, menemui kakaknya yang berjalan angkuh ke arahnya sambil tertawa. Kedua tangan Mark tersimpan ke dalam saku celananya.
"Apa kau marah, adikku?" Tanya Mark.
Jeno mengepalkan kedua tangannya lalu kembali berbalik. Tidak sudi menatap kakaknya lebih lama lagi, "pergi." Ujarnya singkat tapi terkesan memaksa.
"Lebih baik kau mundur daripada harus kita bersaing lebih jauh. Karena pada akhirnya akulah yang akan meneruskan perusahaan, bukan kau."
Jeno masih diam enggan menjawab. Ia masih sabar menghadapi kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[REVISI] positions. | JenoJaemin
Fanfiction[REVISI] Terakhir kali Jeno melihatnya, dia hanyalah seorang anak laki-laki labil yang tidak mengerti apa itu cinta. Penampilannya culun, senyuman lebar seperti badut, dan rambut berbentuk mangkuk. Namun semuanya berbeda ketika Jeno datang ke sebuah...