"hyung, Cepatlah! Ini sudah jam delapan malam." Lelaki berusia genap 20 tahun itu memukul-mukul pintu ganda berwarna putih di hadapannya. Ia melirik ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya kemudian berdecak sebal. Kakak sulungnya benar-benar menyebalkan.
"Mark Jung!" Teriaknya lagi. Tiba-tiba salah satu pintu ganda itu terbuka, menampilkan sesosok lelaki berusia 22 tahun yang terlihat sangat tampan dengan penampilannya.
"Stephen Jung, bisakah kau berhenti memukuli pintu kamarku?"
Adiknya merengut, "habisnya kau menghabiskan banyak waktu hanya untuk bersiap-siap."
"Dimana kakakmu yang satu itu?"
"Aku di sini."
Mereka berdua menoleh saat mendengar suara berat itu. Yang paling tua di antara mereka; Mark Jung pun mengalihkan pandangannya kemudian memilih untuk berjalan menuruni tangga disusul dengan kedua adiknya.
Mereka adalah anak-anak dari pasangan Jung Jaehyun dan Lee Taeyong. Mereka lahir dengan jarak satu tahun satu sama lain. Seperti si sulung Mark yang kini berusia 22 tahun, si tengah Jeno yang berusia 21 tahun, dan si bungsu Stephen 20 tahun.
Begitu ketiganya sampai di ruang tengah, langkah mereka terhenti begitu melihat sesosok pria berwajah cantik yang sudah melahirkan mereka itu. Namanya Lee Taeyong, sedang duduk di sofa empuk tersebut sambil membaca majalah. Merasa diperhatikan, Taeyong pun segera menoleh dan sepasang mata bulatnya melihat ketiga anaknya kini saling melempar tatapan satu sama lain.
"Kalian mau pergi kemana?" Tanya Taeyong sambil berdiri. Tubuhnya berjalan mendekati anak-anaknya
"Ah itu, karena Jeno hyung baru saja tiba di Korea, kami ingin mengajaknya jalan-jalan malam. Hehe." Stephen terkekeh renyah sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Taeyong menaikkan satu alisnya, Stephen akhirnya pun berjalan menghampiri ibunya lalu memeluk kepalanya erat. Taeyong yang terkejut pun sontak memeluk pinggang si bungsu. "Jangan khawatir, eomma. Kami bertiga sudah dewasa. Ya ya ya?" Ia menggoda Taeyong sambil menggoyangkan tubuh mereka.
"Pastikan kalian pulang sebelum jam tiga pagi. Mengerti?"
Stephen mengangguk semangat. Si bungsu langsung mengecup pipi ibunya dengan singkat, "saranghae Yongie eomma!" Teriaknya sambil berjalan cepat keluar dari rumah mewah itu.
Mark juga mendekat pada Taeyong, membubuhkan kecupan kecil di pipi sang papa sebelum menyusul langkah Stephen yang begitu antusias, "see you later, eomma."
Taeyong tersenyum tipis sambil mengangguk. Kini ia berhadapan dengan Jeno yang ingin memberikan kecupan juga tetapi Taeyong tampak menahannya lalu meraih kedua bahu sang anak. Taeyong bisa melihat tatapan Jeno yang sedikit sendu, membuatnya juga ikut menurunkan bibirnya sedih.
"Ada apa?" Tanyanya sambil mengusap rambut Jeno lembut. Anaknya ini cukup pendiam dan pandai menyembunyikan sesuatu.
"Aku hanya lelah." Ujarnya mencoba mengulas senyum.
"Sebaiknya kamu beristirahat saja Jeno-ya."
Jeno menggeleng, ia segera memeluk tubuh Taeyong yang tingginya hanya mencapai telinganya saja. Jujur, Jeno merindukan Taeyong setelah sekian lama dirinya tinggal sendirian di New York. Memang Taeyong selalu mengunjungi Jeno jika ada waktu tetapi tidak sering. Paling empat kali dalam setahun karena Taeyong juga harus mengurus pekerjaannya di Korea Selatan.
Aroma tubuh Taeyong yang mirip seperti vanila membuat Jeno merasa nyaman. Ingin sekali dirinya terus berada di pelukan ibunya untuk waktu yang lama. Sedangkan Taeyong tersenyum kecil, ia meletakkan dagunya di bahu Jeno kemudian mengusap punggung lebar putranya lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
[REVISI] positions. | JenoJaemin
Fanfiction[REVISI] Terakhir kali Jeno melihatnya, dia hanyalah seorang anak laki-laki labil yang tidak mengerti apa itu cinta. Penampilannya culun, senyuman lebar seperti badut, dan rambut berbentuk mangkuk. Namun semuanya berbeda ketika Jeno datang ke sebuah...