Jaemin segera turun dari taksi yang ia tumpangi. Dirinya memandang sekitar, masih ragu apakah ia sudah berada di alamat yang dituju. Pemuda bersurai tebal itu segera melangkah menyebrangi jalanan sepi tersebut dan mendekat ke arah gerbang tinggi tersebut. Ia membuka mulutnya karena takjub, rumah besar bertingkat dua itu adalah rumah baru Haechan.
Jaemin memberanikan diri menekan tombol bel yang berada di dinding pagar. Kedua kakinya bergerak tidak nyaman karena ia masih ragu apakah rumah di depannya ini adalah tempat tinggal temannya. Haechan hanya memberikan alamatnya kepada Jaemin, tidak menyebutkan secara detail bagaimana ciri-ciri rumahnya supaya memudahkan Jaemin untuk berkunjung.
Baru saja Jaemin ingin menekan tombol belnya lagi, seseorang sudah lebih dulu membuka pintu utama. Tak lain adalah Haechan, teman baiknya.
"Jaemin-ah!"
Haechan berlari kecil keluar dari rumahnya. Kedua kaki telanjangnya itu melangkah cepat menuju gerbang utama lalu membukanya. Ia langsung memeluk Jaemin erat-erat dibalas tak kalah erat oleh temannya. Mereka melompat-lompat kecil seperti biasa.
"Ayo kita masuk. Orang tuaku sudah menunggu di dalam." Ujarnya riang lalu menarik Jaemin masuk ke dalam rumahnya.
Jaemin langsung disambut oleh seisi rumah yang terlihat begitu bersih, nyaman, dan cukup mewah. Rumah Haechan tampak didominasi oleh warna putih gading, coklat tua, dan hitam. Pemuda berpipi gembil itu menarik Jaemin menuju ruang tengah dimana di sana sudah ada Johnny, Ten, dan kakak laki-laki Haechan.
"Oh, baby. Ini Jaemin?" Ten berdiri saat melihat putranya tiba bersama Jaemin. Pria cantik itu melangkah mendekati Jaemin disusul suaminya juga.
"Hai, aku Jaemin." Ujar Jaemin mencoba mengulas senyum karena merasa canggung, tangan kanannya terulur untuk menjabat tangan Ten. Jaemin bersemu merah, bagaimana bisa ada pria secantik Ten padahal umurnya sudah memasuki kepala empat.
"Aku Ten Lee. Senang bertemu denganmu, Jaemin." Ten tersenyum lebar kemudian mengusap bahu Jaemin.
Kini giliran Jaemin menghadap kepada ayah Haechan yang sedang menatapnya sambil tersenyum. Jaemin membungkuk sopan sebelum mengulurkan tangannya, "selamat siang." Ujarnya.
Johnny menjabat tangan Jaemin, menepuk kepalanya beberapa kali kemudian terkekeh, "aku Johnny. Semoga kau betah berada di sini, Jaemin."
Sontak Jaemin pun mengangguk kecil sebagai jawaban. Tak lama ada sesosok pemuda berambut coklat tua menghampirinya lalu menjabat tangannya segera. Jaemin terkejut bukan main melihat seorang laki-laki yang mirip sekali dengan Ten terlihat sedang tersenyum lebar ke arahnya.
"Bagaimana bisa adikku yang idiot itu bisa menemukan teman semanis dirimu? Namaku Hendery omong-omong, salam kenal."
Haechan merengut tidak suka. Ten yang melihatnya pun terkekeh kecil lalu mengusap-usap punggung Haechan lembut.
"Aku Jaemin, salam kenal juga."
"Nah, sekarang pergilah bermain bersama Haechan, gunakan waktu kalian sebaik mungkin, mengerti? Jika kalian lapar, ada banyak stok makanan di dapur." Ten menjelaskannya sambil menatap ke arah Haechan dan Jaemin sedangkan dua anak itu mengangguk-angguk mengerti.
"Kami akan pergi sekarang. Enjoy your time, girls." Johnny merangkul pinggang Ten untuk pergi. Sedangkan Hendery tampak tertawa sambil mengambil tas gendongnya dari atas sofa sebelum berjalan menyusul kedua orang tuanya.
"Maaf Tuan Besar Johnny Seo, kami laki-laki bukan perempuan!" Ujar Haechan tidak terima. Jaemin menggeleng kecil, ia menepuk-nepuk bahu Haechan sambil terkekeh geli.
Keduanya pun berjalan menuju dapur. Haechan membuka salah satu laci counter untuk mengambil beberapa camilan, mulutnya terus berceloteh menyuruh Jaemin mengambil apapun yang ia mau untuk dibawa ke kamar Haechan. Jaemin hanya mengangguk patuh lalu segera mengambil cemilan yang dirinya inginkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[REVISI] positions. | JenoJaemin
Fanfiction[REVISI] Terakhir kali Jeno melihatnya, dia hanyalah seorang anak laki-laki labil yang tidak mengerti apa itu cinta. Penampilannya culun, senyuman lebar seperti badut, dan rambut berbentuk mangkuk. Namun semuanya berbeda ketika Jeno datang ke sebuah...