"Haechan! Cepat antarkan minumannya ke meja nomor sebelas!"
"Baiklah."
Pemuda berpipi gembil itu keluar dari balik meja bar kemudian meraih nampan berbentuk lingkaran yang berisi empat gelas minuman dengan buah zaitun di dalamnya. Haechan melangkah menuju meja nomor sebelas kemudian meletakkan minuman tersebut, membungkuk kecil sebelum kembali ke meja bar.
Haechan merasa lebih santai malam ini karena ia dipindah tugaskan ke lantai 6 kemarin malam. Haechan hanya perlu mengantarkan minuman-minuman yang telah dibuat oleh rekan kerjanya ke meja yang dituju. Terkadang ia juga akan membantu meracik minuman jika sekiranya rekan kerjanya itu meminta bantuan.
Mata berbinarnya menyapu seisi ruangan. Ia juga bisa melihat perkotaan lewat jendela besar yang terpampang di sisi kirinya, tamu-tamu yang datang pun terlihat begitu berkelas. Musik jazz mengisi kekosongan ruangan tersebut menambah kesan mewah.
Namun pandangannya terpaku pada dua pria yang baru masuk ke ruangan tersebut. Haechan meneguk ludahnya pelan begitu mereka berjalan dengan sangat elegan menuju sebuah sofa dengan pembatas kaca di antara sofa yang lain. Ia segera meraih buku catatan kecilnya serta pulpen hitamnya.
"Aku yang akan menghampiri mereka, nuna tunggu di sini saja, okay!?" Haechan berjalan lebih dulu mendahului rekan kerjanya, perempuan itu mengidikkan bahu lalu kembali berfokus pada kegiatannya.
"Wah, cantik." Bisik Haechan begitu ia sampai di hadapan mereka. Tatapannya terpaku pada sosok pria berambut hitam yang sedikit panjang. Ada beberapa perhiasan yang menghiasi kedua telinganya, lehernya, serta pergelangan tangan dan jari manisnya.
"permisi, ingin memesan sesuatu?"
"Ah ya.. kami ingin memesan sampanye saja untuk dua orang, bisakah?" Jawabnya ramah sambil mengulas senyuman.
"Ya! Tentu saja bisa! Saya akan segera kembali, permisi." Haechan terkekeh kecil lalu berjalan cepat kembali ke meja bar, kenapa dirinya jadi salah tingkah begini?
.
.
.
.
.
.Setelah menyiapkan dua buah gelas kaca dan satu botol sampanye, Haechan pun melangkah kembali ke meja dari pasangan tadi. Kali ini mereka terlihat saling menggenggam tangan di atas meja sambil bertukar cerita sesekali terkekeh kecil. Haechan ikut tersenyum mendengarnya, wajahnya bersemu merah saat melihat jari manis mereka dihiasi oleh cincin berwarna emas putih dengan berlian kecil sebagai pemanis.
Ternyata mereka sudah menikah, batin Haechan.
"Silahkan dinikmati. Jika ada tambahan, saya bersedia melayani. Per-"
"Tunggu," Pria bertubuh mungil itu menepuk-nepuk sofa di sebelahnya, mengajak Haechan untuk duduk bersama. Haechan menunjuk dirinya sendiri ingin memastikan. "Ya, kamu. Kemarilah duduk bersama kami."
Alhasil Haechan duduk di samping pria tersebut dengan tubuh kaku sekaligus wajah yang menunjukkan guratan gugup tetapi ia mencoba untuk tenang. Sial, bahkan aroma parfum yang pria itu pakai saja sudah bisa menunjukkan bahwa pria ini benar-benar cantik dan anggun.
"Siapa namamu?" Tanya pria tersebut. Senyumannya masih terpasang karena memandangi wajah bulat Haechan, terlihat lucu dan menggemaskan pikirnya.
"Sa-saya Haechan."
"Marga?"
Haechan menggeleng kecil, "hanya Haechan."
KAMU SEDANG MEMBACA
[REVISI] positions. | JenoJaemin
Fanfiction[REVISI] Terakhir kali Jeno melihatnya, dia hanyalah seorang anak laki-laki labil yang tidak mengerti apa itu cinta. Penampilannya culun, senyuman lebar seperti badut, dan rambut berbentuk mangkuk. Namun semuanya berbeda ketika Jeno datang ke sebuah...