Pagi ini Jaemin terbangun karena perutnya terasa mual disusul oleh nyeri. Lelaki bersurai pirang itu memuntahkan cairan berwarna kekuningan selama beberapa saat sehingga kegiatan tidur suaminya terganggu. Jeno terbangun lantas berlari kecil menghampiri Jaemin di kamar mandi, tidak mempedulikan wajah bantal sekaligus surai acak-acakannya.
"Sayang." Panggilnya lalu segera meraih tengkuk Jaemin. Memijatnya perlahan, mengerutkan kening begitu melihat cairan itu keluar dari mulut kekasihnya.
Setelah memastikan mualnya berkurang, Jaemin pun berkumur sejenak. Membasuh wajah lantas menghela nafas panjang. Akhir-akhir ini mual selalu menyerangnya di pagi hari dan itu terasa sangat menyiksa.
Jaemin harus bisa membiasakan dirinya sendiri karena mungkin ia akan merasakan yang lebih dari ini semua."Perutmu masih mual? Mau sarapan atau minum teh?" Tanya Jeno membawa kekasihnya keluar dari kamar mandi. Berjalan menuju ruang tengah lantas membuka tirai pintu balkon. Di luar sana terlihat masih gelap meski jarum jam menunjukkan pukul enam pagi.
"Aku ingin berbaring sebentar. Tolong siapkan obat dan vitaminku." Ujar Jaemin mendudukkan diri di atas sofa lalu memasang posisi berbaring menyamping. Jeno mengangguk patuh, ia pun menarik selimut yang biasa Jaemin pakai ketika bersantai di ruang tengah. Membalut si lelaki berbadan dua dengan sangat hati-hati.
"Tunggu sebentar." Jeno mengusap kepala Jaemin lalu berjalan ke arah dapur. Menguap lebar lantas segera membuat secangkir teh hangat tanpa gula juga menyiapkan obat dan vitamin untuk Jaemin.
Tidak ada yang Jaemin lakukan lagi terkecuali diam. Ia memejamkan mata lalu mengusap perutnya dari luar selimut. Mengucapkan kalimat-kalimat penenang agar si calon bayi tidak lagi berbuat gegabah di dalam sana.
Beberapa jam kemudian, lebih tepatnya pukul sepuluh pagi. Jeno keluar dari kamar dengan setelan jas membalut tubuh semampainya. Ia memasang arloji di pergelangan tangan sebelah kiri menuju pintu utama diikuti oleh kekasihnya yang sudah merasa baikkan sejak tadi.
Pagi ini Jeno ada jadwal pertemuan dengan ayahnya dan juga beberapa kolega bisnis di kantor. Mungkin ia akan kembali sore nanti meski terpaksa karena ia benar-benar tidak ingin meninggalkan Jaemin sendirian.
"Aku usahakan untuk pulang lebih awal." Ujar Jeno membalikkan dirinya untuk menghadap Jaemin.
Jaemin tersenyum kecil, memandangi sepasang mata tajam milik Jeno menggunakan sepasang mata bulat miliknya, "aku akan menunggumu di sini. Tidak masalah jika harus menunggu sampai malam."
"Tidak tidak, aku akan pulang lebih awal hari ini." Lelaki itu menghela nafasnya kemudian memeluk tubuh Jaemin. Mengusap punggung berlapiskan kardigan rajut itu lalu memberikan kecupan singkat di bibir, "jangan keluar rumah tanpa diriku."
"Baiklah."
"Aku berangkat ya. Aku akan membawa makanan sepulang dari kantor nanti." Telapak tangannya mengusap perut yang sedikit menyumbul dari pakaian kekasihnya, "baik-baik di rumah, aegi-ya."
Lalu Jeno pun pergi. Meninggalkan Jaemin seorang diri yang mulai berjalan menjauh dari pintu utama. Ia melangkahkan kaki menuju kulkas untuk mengambil yogurt sebagai cemilan pagi ini.
Ah, omong-omong sebentar lagi Haechan pasti akan datang. Haechan sudah berjanji akan datang menemani Jaemin sekaligus temu kangen karena mereka berdua jadi jarang bertemu akibat Haechan sibuk mengurus pendidikannya di perguruan tinggi. Ah jika saja Jaemin sedang tidak mengandung mungkin saat ini mereka berdua bisa berada di kampus yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
[REVISI] positions. | JenoJaemin
Fiksi Penggemar[REVISI] Terakhir kali Jeno melihatnya, dia hanyalah seorang anak laki-laki labil yang tidak mengerti apa itu cinta. Penampilannya culun, senyuman lebar seperti badut, dan rambut berbentuk mangkuk. Namun semuanya berbeda ketika Jeno datang ke sebuah...