Malam itu, si bungsu Jung keluar dari mobilnya dengan raut wajah santai. Tubuh semampainya dibalut kemeja biru tua dan setelan jas serta celana berwarna hitam. Surainya ia tata dengan rapi karena malam ini ia ingin bersenang-senang.
Mengedipkan sebelah matanya kepada beberapa gerombolan wanita seiring berjalan menuju area VIP, Stephen Jung menghela nafas seiring bokongnya menempel pada sofa. Ia memesan minuman favoritnya yaitu red wine kemudian menyapu pandangan ke sekitar.
Jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Semakin malam maka klub elit ini akan semakin ramai pengunjung. Stephen berjabat tangan ria dengan beberapa kawannya yang kebetulan lewat, juga menerima dua orang perempuan bergaun pendek untuk menemani.
Mereka berdua memandangi betapa tampannya si Jung yang satu itu. Memberikan senyuman menggoda karena ingin sekali menarik perhatian Stephen. Kedua tangan lelaki muda itu hinggap ke pantat sintal milik dua perempuan di kedua sisinya. Menyeringai saat usapan-usapan lembut mulai menemui dada hingga perutnya.
Tiba-tiba Stephen tersadar dengan apa yang menjadi tujuannya datang kemari. Ia pun berdehem singkat kemudian melepaskan kedua tangannya dari tubuh dua perempuan tersebut, "maaf sayang sayangku, ada urusan sebentar."
"Mau pergi kemana? Kau baru saja tiba."
"Ayolah Stephen-ssi, bersenang-senanglah bersama kami."
"Itu pasti tapi tidak sekarang, okay? Aku harus pergi." Dan ia pun berjalan menjauh sambil berdehem singkat. Berjalan menaiki satu persatu anak tangga meski ada elevator tetapi sepertinya elevator itu sudah dipenuhi oleh orang lain.
Ia pun sampai dimana kantor pribadi si bos klub malam ini berada. Sebelumnya Stephen tampak melihat ke sekitar, beberapa orang yang lewat terlihat acuh. Baiklah mungkin ini saatnya.
Dalam sekali gerakan Stephen membuka pintu itu tanpa berbasa-basi. Sepasang matanya langsung mengarah pada seorang pria berperut gempal yang sibuk menghisap sebatang rokok dengan banyak sekali lembaran uang di sepasang tangan.
Hmm.. menarik.
Stephen berdehem sejenak. Berjalan mendekat lantas tersenyum kecil saat pria gempal itu melirik ke arahnya. Detik berikutnya si pemilik klub terbatuk akibat asap rokok yang ia hisap, ia pun meletakkan uangnya di laci meja lalu menyingkirkan batang nikotin itu dengan sangat terburu-buru.
Stephen Jung, emas. Pikirnya.
"Stephen-nim, a-ada yang bisa kubantu?" Tanyanya sambil membungkuk singkat. Siapapun harus menghormati uang.
"Kau... pemilik klub ini 'kan?"
"Ah iya, sebenarnya tidak sepenuhnya tetapi sebagian besar."
"Bagus," Stephen mendudukkan dirinya di sofa, melipat kaki kanan di atas kaki kiri dengan angkuh, "berapa harga klub ini?"
"Ma-maaf...?"
Stephen melirik malas, "keseluruhan. Gedung, fasilitas, bartender, dan para pelacur. Berapa semuanya? Atau...." Lelaki muda itu sengaja menggantung kalimatnya untuk menggoda sekaligus membuat pria itu penasaran setengah mati, "berapa harga mulutmu itu?"
"Maaf? Aku tidak mengerti."
"Baiklah. Aku akan membeli klub ini atas namaku secara pribadi, tolong siapkan tagihan keseluruhannya lalu berikan padaku. 5 menit dari sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
[REVISI] positions. | JenoJaemin
Fanfiction[REVISI] Terakhir kali Jeno melihatnya, dia hanyalah seorang anak laki-laki labil yang tidak mengerti apa itu cinta. Penampilannya culun, senyuman lebar seperti badut, dan rambut berbentuk mangkuk. Namun semuanya berbeda ketika Jeno datang ke sebuah...