Tidak ada tanggapan apapun selama beberapa saat setelah Jeno mengucapkannya. Lelaki bermarga Jung itu hanya bisa meneguk ludahnya lalu saling meremas tangan satu sama lain. Jaemin menghela nafas pelan, meraih lengan sang kekasih lalu memberikan senyuman kecil yang sangat menenangkan hati. Jaemin merasa senang karena Jeno berani mengatakannya, yah meski cukup mengejutkan.
Jaehyun memandangi sang anak. Ia dan istrinya sangatlah menyayangi Jeno, juga Jaemin yang kini sudah ia anggap sebagai keluarga inti. Apalagi sekarang ini Jaemin sedang mengandung cucu pertama mereka, Jaehyun ingin yang terbaik untuknya. Ia akan menghargai dan menerima apapun keputusannya dari pihak keluarga Na.
"Bagaimanapun nantinya, aku dan istriku..." Yuta menatap Jaemin dengan tatapan sendu, hatinya benar-benar merasa hancur karena jauh di dalam dirinya ia takut kehilangan Jaemin lagi, "akan menerima keputusan kalian berdua. Menikah atau tidak, aku dan istriku tidak bisa menentukan. Biarkan Jaemin yang memilih."
Mendengar itu Jaemin memberanikan diri menatap ayahnya. Yuta terlihat lelah, mungkin karena setumpk pekerjaan yang menghantuinya akhir-akhir ini. Alhasil anak itu melukis senyum kecil membuat sang ayah ikut tersenyum di sana.
"Kuharap keluarga Jung dan keluarga Na bisa menjadi kerabat dekat setelah ini. Bukankah kita menginginkan yang terbaik untuk anak-anak? Terutama sebentar lagi kita akan mendapatkan anggota keluarga baru juga cucu pertama. Seharusnya kita merasa bahagia karena hal ini." Jaehyun berucap.
"Ya, cucu pertama." Balas Yuta.
"Jaemin-ah, sebaiknya kamu pulang ke rumah untuk beberapa waktu ke depan. Sepertinya ayah dan ibumu sangat merindukanmu."
Ucapan Taeyong membuat Jaemin terkekeh canggung. Ia pun beranjak lalu berjalan pelan menghampiri orang tuanya lantas Yuta langsung berdiri. Memeluk tubuh si sulung Na penuh kelembutan, dan mengusap surai panjang itu.
"Maafkan appa, nak." Bisiknya.
"Maafkan aku juga, appa." Balas Jaemin lalu melepaskan pelukan tersebut. Ia beralih memeluk tubuh ringkih ibunya, kerinduan itu semakin membuncah karena Sicheng meneteskan air mata di pelukan tersebut.
"Eomma..."
"Eomma sudah membersihkan kamarmu, kita pulang dan beristirahat ya?"
Jaemin mengangguk. Ia pun berbalik untuk menatap kekasihnya yang sedang tersenyum lega. Mungkin beberapa waktu ke depan mereka jarang bertemu karena Jaemin akan pulang ke rumah orang tuanya.
.
.
.
.
.
.
Pagi, Jaemin sudah bersih dan harum. Ia baru saja mandi menggunakan air hangat dengan cairan sampo dan sabun beraroma stroberi. Ia duduk di atas kursi sambil memejamkan mata sedangkan sang ibu sibuk mengeringkat rambutnya dengan hair dryer. Surai panjang berwarna pirang dengan warna hitam di bagian akar itu sudah kering dalam beberapa saat, Sicheng meraih sebuah karet rambut dengan hiasan berbentuk stroberi.Mengikat surai tersebut dengan rapi lalu tersenyum.
"Sudah cantik." Ujar Sicheng lalu menggulung kembali alat pengering rambut sebelum dimasukkan ke dalam laci.
"Terima kasih, eomma."
Sicheng mengangguk. Ia pun membereskan peralatan yang baru saja dipakai lalu membawa Jaemin keluar dari kamar mandi. Membiarkan anak itu duduk kembali di atas kasurnya sedangkan ia berjalan menghampiri jendela kamar.
Membuka jendela itu sehingga udara segar bisa masuk ke dalam kamar Jaemin. Menyibak tirainya lantas berjalan lagi menuju meja dimana sarapan untuk si sulung Na sudah ia letakkan sedari tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[REVISI] positions. | JenoJaemin
Fanfiction[REVISI] Terakhir kali Jeno melihatnya, dia hanyalah seorang anak laki-laki labil yang tidak mengerti apa itu cinta. Penampilannya culun, senyuman lebar seperti badut, dan rambut berbentuk mangkuk. Namun semuanya berbeda ketika Jeno datang ke sebuah...