🐝 Pipi

193K 20.9K 3.6K
                                    

14. Pipi

.

Hari ini Zara sudah masuk sekolah. Dia tak perlu khawatir lagi siapa yang akan menjaga ibunya. Karena Bima sudah memindahkan Ibunya ke rumah sakit pribadi.

Dia baru saja masuk ke kelasnya dan langsung di kejutkan oleh Syifa.

"ZARA, GUE RINDU BANGET SAMA LO!!" Teriak Syifa lalu memeluk tubuh Zara.

"Lebay ah, baru sehari gak masuk."

"Tapi kan dua hari yang lalu lo juga gak ikut kelas karena di hukum, Ra. Terus hari sebelumnya juga lo absen."

Zara mengangguk saja sembari memperbaiki letak tas nya.

"Kok gue ngerasa ada yang janggal ya?" Syifa menatap Zara penuh curiga.

"Arsean juga gue liat udah masuk tuh. Terus waktu itu kalian dihukum barengan ya? Kalian absen tiga hari kan?"

Zara mematung ditempat, "M-masa sih? Gue gak tau."

Syifa menyipitkan matanya sambil tersenyum nakal, "Jangan-jangan..."

KRING KRING KRING

Bel berbunyi, pertanda jam pelajaran akan segera dimulai. Dengan cepat Syifa melompat dari kursi lalu pergi menuju kelasnya.

Zara menghela nafas lega. Setidaknya kali ini dia bisa menghindar dari Syifa.

Kini mata Zara melirik kursi kosong di pojok belakang. Tempat duduk Kevin.

Ia mengerutkan keningnya heran, mencari keberadaan cowok itu. Huh! Kenapa Zara malah mencarinya? Bukankah bagus jika cowok itu tidak muncul di hadapannya?

Disisi lain, terlihat seorang lelaki dengan pakaian seragam sekolah yang sedang berdiri ditengah lapangan. Sesekali ia memutar-mutar pergelangan kakinya yang terasa pegal.

Yap! Sesuai janji Bu Butet, Arsean kali ini harus dihukum.

Arsean mendongakkan kepalanya. Membiarkan sinar matahari menyengat kulit wajahnya.

Pikirannya sangat berantakan. Semalam dia bertengkar dengan Alya. Perempuan itu membentak Arsean karena Arsean tak pernah memberinya kabar. Padahal bagi Arsean, Alya lah yang tak pernah mengabarinya.

Jika saja Alya selalu berkomunikasi dengan Arsean, mungkin ia tak akan pernah jatuh hati pada perempuan lain seperti sekarang.

Keringat terus mengalir membasahi pelipisnya dan tanpa Arsean sadari, banyak perempuan yang memperhatikannya lewat jendela kelas.

Entah mengapa perempuan-perempuan itu baru sadar akan ketampanan Arsean. Bagaimana tidak? Lelaki itu terlalu sering mengurung dirinya di dalam kelas. Bahkan wajahnya sangat datar saat bertemu dengan murid yang lain.

Tapi kali ini, aura seorang Arsean Dirgazanta terpancar layaknya sinar matahari pada pagi hari ini.

Namun semuanya segera bersembunyi saat melihat Bu Butet menghampiri Arsean. Arsean pun langsung menundukkan kepalanya.

"Sebentar lagi bunyi bel istirahat. Bagaimana? Kamu sudah capek?" Tanya Bu Butet sinis.

"Iya."

"Ibu lihat akhir-akhir ini kamu sering absen. Apa kamu sudah bosan sekolah?"

"Iya."

"APA?!" Teriak Bu Butet membuat Arsean melompat terkejut.

Ternyata sedari tadi ia melamun. Hanya mengiyakan perkataan Bu Butet. Padahal ia tidak tahu apa yang baru saja Bu Butet katakan.

Bayi Dingin [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang