two

9.4K 902 34
                                    

Keempat anak itu kini duduk di kelas delapan. Dan karena hari ini merupakan hari pertama kembali bersekolah. Tentunya ada kesempatan istimewa yang bisa didapatkan dihari itu.

Memilih tempat duduk.

Jaemin lalu berlari menuju ke tempat favoritnya. Deretan kedua, dekat jendela.

"Aku akan duduk disini! Siapa yang mau duduk bersamaku?"

"AKU!!!" Renjun, Jeno, dan Haechan mengajukan diri di saat yang bersamaan. Lalu membuat ketiganya mendesah kesal.

"Jaemin-ah, semester lalu kau sudah duduk dengan Jeno. Semester lalunya kau juga sudah duduk dengan Haechan. Semester ini adalah giliranku!"

"Baiklah! Renjun kemari duduk disampingku."

Jeno merengut, sebal. Duduk dengan Haechan sungguh sebuah malapetaka. Haechan sangat senang berceloteh dan menganggunya setiap saat, bahkan ketika guru sedang menerangkan.

"Selamat merasakan penderitaan, Jeno." Renjun lalu terkikik geli melihat Jeno tampak ingin memukulnya.

Haechan dan Jeno pun akhirnya duduk di deretan belakang Jaemin dan Renjun. Rutinitas keempatnya sebelum kelas dimulai adalah, bercerita mengenai hari mereka.

"Kalian tau, ayahku lagi-lagi tidak ada di rumah pagi ini! Padahal aku berharap dia memberiku pelukan atau ciuman di hari ini!" Haechan bercerita lebih dulu dengan menggebu-gebu.

"Ya, kau harusnya bersyukur. Ayah dan ibuku bahkan ada dirumah, namun mereka pamit di pagi hari tanpa menyentuhku! Bahkan mengucapkan kata semangat pun tidak! Mereka hanya bilang pekerjaan pekerjaan." Jeno ikut menambahkan. Perasaan sedih dan kecewa juga turut tergambarkan di raut kedua wajah anak itu.

"Aku.." Renjun menggantungkan ucapannya, ekspresinya terlihat datar.

"Aku bahkan terbangun sendirian. Sarapan tadipun aku sendirian! Aku bahkan tidak tau dimana orang tuaku berada."

Lalu ketiga anak yang telah bercerita itu menoleh pada Jaemin, menunggu kisah yang akan dibagikan oleh anak manis itu.

"Eung, aku seperti biasa.. Ibu membangunkan ku di pagi hari, menyiapkan sarapanku, memberikan ku pelukan dan ciuman, lalu kami sarapan bersama ayah, dan berangkat ke sekolah bersama kalian."

Tidak ada yang berubah dari cerita mereka saat mereka duduk di kelas 4 sd lalu hingga di kelas 8 kini. Empat tahun berjalan, namun tak ada yang berubah sama sekali.

Haechan memajukan badannya, ia melihat ke arah Jaemin.

"Kau beruntung sekali, Jaeminie."

Jaemin hanya tersenyum kikuk, ia tidak tau harus membalas perkataan Haechan dengan apa. Kegiatan keempatnya terganggu ketika kehadiran seorang anak lelaki ikut bergabung.

"Kenapa kalian diam? Aku hanya ingin ikut mendengarkan!"

"Kau bukan bagian dari kami, sana pergi."

"Aku tidak mau?"

"Pergi!" Haechan mendorong tubuh anak itu cukup keras, membuat meja dibelakangnya ikut tergeser dan membuat sedikit kegaduhan.

"Berhenti mengangguku dan menganggu teman-temanku, Han Jisung!"

Jisung lalu berdiri, ia tampak tidak terima menerima dorongan dari Haechan. Baju barunya tampak kusam seketika. Padahal itu baju baru yang dibelikan oleh sang ayah. Baru saja ingin memukul Haechan, Jaemin menengahi keduanya.

Ia berdiri di antara Haechan dan Han Jisung.

"Maafkan Haechan ya? Aku yakin Haechan tak bermaksud menyakitimu." Jisung hanya meringis lalu memberikan gestur seakan ingin memukul Haechan.

friends -00lTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang