eighteen

4.1K 488 9
                                    

"Tapi.. kenapa kau mengikuti kami?" Han menghela napasnya, terdengar sangat berat.

"Saudaraku sering kesana. Jadi aku sesekali datang untuk melihatnya."

"Mwoya? Kalau kalian saudara, untuk apa seperti kemarin? Kau bahkan bertemu dengannya setiap hari di rumah, kan?"

"Ayah dan Ibuku sudah berpisah cukup lama, dia ikut Ibu, dan aku ikut Ayah. Kami menjadi jarang berkomunikasi karena Ayah menghalangiku. Satu-satunya cara untuk melihatnya hanya seperti itu. Aku minta maaf sudah berperilaku buruk terhadap kalian berdua."

***

Dalam perjalanan pulang, Haechan yang biasanya ribut menjadi diam. Hal itu tentu mengundang tanda tanya dari Renjun, Jeno juga Jaemin. Haechan sangat sibuk dalam pikirannya sendiri.

Tidak pernah ada yang tau bahwa kedua orang tua Han berpisah. Apa mungkin Han berlaku seperti itu di sekolah untuk mendapat perhatian? Kesenangan? Atau mungkin untuk melampiaskan rasa sakitnya pada orang lain? Lalu bagaimana dengan Jeno? Apa Jeno akan menjadi seperti Han ketika orang tuanya bercerai nanti?

"Haechan, kau ikut kan?"

"Hah? Oh? Iya? Apa? Kenapa?"

Renjun menoyor kepala Haechan, "sebentar malam ada pesta barbeque di rumah Jaemin. Kau ikut kan?"

Haechan tertawa canggung lalu mengangguk.

"Tentu saja. Aku mana mungkin melewatkan makan gratis!"

Mereka tertawa karena ucapan Haechan namun tidak dengan Jeno. Ia memandang Haechan sebentar. Ia tau pasti ada yang menganggu pikiran temannya itu.

"Jangan datang terlambat! Kalian harus datang lebih awal dan membantuku menyiapkan panggangan!"

"Katakan itu pada Haechan yang selalu datang ketika semuanya sudah beres!" Renjun berseru nyaring membuat Haechan mendengus sebal.

"Aku tidak akan datang terlambat! Camkan itu!"

"Kau juga bilang seperti itu tahun lalu, dan kau yang datang paling akhir."

"Kali ini tidak akan!"

Jeno dan Jaemin hanya diam dan tertawa menyaksikan debat Renjun dan Haechan.

***

Seperti janjinya tadi, Haechan datang yang paling awal. Ia bahkan membantu Ayah Na juga Jaemin untuk menyiapkan alat panggang. Ia juga mengatur meja dan piring-piring sesuai instruksi Ibu Na.

"Haechan, bisa tolong ambilkan pemantik api di ruang kerja paman?"

"Bisa paman!" Haechan bergegas masuk ke dalam rumah Jaemin. Ia benar-benar sangat hafal setiap tata letak rumah ini. Masuk ke dalam ruang kerja milih Ayah Na, Haechan sedikit kebingungan mencari pemantik api.

"Mungkin di laci ini." Haechan menarik gagang laci itu dan memeriksanya. Ia mendapat sebuah map bertuliskan 'Na Jaemin' di atasnya.

"Ige mwoya.."

Dengan lancangnya, Haechan membuka map itu. Setelah merasa cukup melihat isi map itu, ia menemukan pemantik api di bawah tumpukan map tadi.

"Mari kita berikan kau pada paman!"

Haechan kembali berlari keluar menuju taman, dan menyodorkan barang itu pada Ayah Na.

"Terima kasih Haechan."

"Sama-sama paman!"

Renjun datang setelahnya, "halo paman! halo bibi! Halo semuanya! Renjun datang!"

"Lihat lihat, siapa yang datang terlambat?" Haechan dengan bangganya menyilangkan tangannya di depan dada dan mulai mengejek Renjun. Sedangkan yang diejek hanya memperlihatkan kepalan tangannya di udara

"Diam. Atau ku pukul kau."

Haechan kemudian tertawa sangat keras, membuat siapapun yang mendengar tawa itu menjadi ikut tertawa.

"Haechan, tolong bibi angkat tabung ini!" Haechan dengan sigap berlari ke arah dapur, tempat Ibu Na berada.

"Renjun, bisa tolong paman untuk ambilkan bungkusan hitam berisi arang di ruang kerja paman? Atau kau bisa menjaga ini dulu? Biar paman yang ambil saja."

Renjun menggeleng, "aku yang mengambilnya saja paman. Bungkusan hitam isinya arang?"

"Iya, ada di ruang kerja paman. Tolong ya."

Renjun tersenyum, "baik paman!"

Sama halnya seperti Haechan tadi, Renjun sedikit kebingungan untuk mencari bungkusan arang. Matanya terus menelisik sampai melihat laci meja yang tidak tertutup rapat karena ulah Haechan.

"Map Na Jaemin?"

Dengan rasa penasaran yang tinggi, Renjun kembali membuka map itu.

"Fotokopi Akta kelahiran Jaemin? Kartu Keluarga, Ijazah SD, aih paman benar-benar menyayangi Jaemin! Aku iri!"

Renjun baru saja ingin mengembalikan map itu pada tempatnya sebelum selebaran jatuh dari map yang dipegangnya.


***

Omake

Setelah absen pada pelatih ekstrakurikuler nya, Han berlari cukup kencang untuk mengejar bus terakhir hari itu. Namun terlambat. Bus itu sudah berlalu tak jauh darinya. Ingin menyerah dan berjalan kembali ke dalam sekolah, namun ia melihat kedua teman kelasnya, Haechan dan Jaemin yang berjalan santai setelah kelewatan bus yang sama.

Meskipun terkesan cuek, Han tau bahwa Haechan dan Jaemin merupakan tipikal anak yang ceroboh dan ketika ditinggal sendirian pasti akan membuat kekacauan. Dan firasat Han tidak baik kala melihat dua temannya itu saling bergandengan tangan di trotoar.

Tak menyadari bahwa sudah berjalan cukup jauh, Han melihat mereka berdiri di depan sebuah warnet. Warnet tempat kesukaan kakaknya. Dengan segera, ia menggunakan masker dan topi miliknya. Ia masuk dan memesan sebuah meja. Tidak lupa mencari tempat yang tidak terlalu jauh dari Haechan juga Jaemin.

"A-ah maaf, apakah kau bisa membantu kami? Aku dan temanku ini baru pertama kali datang kesini, dan kita tidak tau apa-apa.."

Han melihat dengan jelas kakaknya itu tersenyum ramah pada Haechan dan Jaemin.

"Begini, tinggal tekan ini, buat akun, masukkan nama dan kata sandi, lalu kau bisa bermain. Mau main bersama?"

"Bolehkah?"

"Tentu boleh."

Dua jam berlalu, Han hanya memperhatikan keseruan sang kakak dan kedua temannya yang sedang bermain bersama dari kejauhan.

"Hyung, kami duluan. Kami harus segera pulang. Minggu depan kami akan kesini lagi! Hyung juga harus datang minggu depan!" Haechan dan Jaemin pun berdiri pamit, tak lupa membayar makanan serta soda yang sudah mereka habiskan.

"Oke! Aku menunggu kalian! Hati-hati di jalan Jaemin! Haechan!"

Di saat yang bersamaan, Han menghapus air matanya lalu mengambil tasnya dan ikut keluar dari bangunan itu.

***

jangan lupa votenya maniez!

friends -00lTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang