Jaemin dengan sengaja menahan Jeno di rumahnya. Membiarkan Haechan dan Renjun pulang lebih dulu meskipun harus dengan sedikit paksaan. Keduanya saling diam di dalam kamar Jaemin.
"Apa terjadi sesuatu?"
Jeno mengangkat kepalanya. Menerbitkan senyum kecil, dan menggeleng.
"Apa aku tidak berarti lagi untukmu?"
Jeno kembali menggeleng, namun lebih kuat.
"Lalu kenapa melakukannya secara diam-diam?"
"Itu satu-satunya cara. Jaemin, ayah dan ibuku selalu bertengkar dan ayahku selalu memukul ibuku. Kau tau, ayahku bilang aku harus memenangkan olimpiade itu agar dia berhenti. Aku tidak tau harus bagaimana, aku tidak bisa melihat ibuku seperti itu. Ia selalu hanya bisa merintih kesakitan, dan menjerit ketika dipukul ayah. Aku.. aku hanya ingin melakukan sesuatu untuknya. Maafkan aku."
Jaemin memejamkan matanya sebelum merengkuh tubuh sahabatnya dalam sebuah pelukan.
"Kau hebat Jeno. Kau hebat. Kau benar-benar orang yang hebat. Aku tidak menyalahkanmu. Tidak apa-apa ya? Sudah, sudah. Jangan menangis. Ada aku disini."
***
Haechan meringis sakit ketika tubuhnya dibanting oleh ayahnya.
"APPA! INI SANGAT SAKIT! BERHENTI MENGGUNAKAN SELURUH TENAGAMU!"
Ayahnya tertawa kecil lalu menarik tangan sang anak, membawanya kembali dalam posisi berdiri tegap.
"Seorang laki-laki tidak boleh lemah."
Dalam hitungan ketiga, Haechan dan ayahnya kembali saling menyerang-menangkis pukulan dengan gesit. Haechan berhasil memblokir pukulan-pukulan ayahnya dengan lebih baik. Dan kali ini, Haechan bahkan berhasil membanting tubuh sang ayah.
"AKU BERHASIL!"
Tanpa repot-repot membantu ayahnya untuk bangkit berdiri, Haechan melompat bahagia mengitari setiap sudut ruangan itu.
"Akhirnya aku berhasil membanting ayah! Ayah, dengarkan aku. Seorang laki-laki tidak boleh lemah! Itu perkataan dari seorang lelaki yang baru saja berhasil dibanting oleh anaknya sendiri tau!"
Ayahnya tertawa keras, anaknya benar-benar lucu.
"Ayo bertanding lagi, ayah belum siap tadi."
"Ayo, siapa takut!"
Sebelum kembali memulai latihan itu, ringtone telepon milik ayahnya berbunyi.
"Sebentar ya, mungkin saja telepon penting."
Haechan melihat ayahnya mengangkat panggilan itu dan mengangkat tangannya pada Haechan, memberi isyarat agar berhenti sejenak. Haechan kemudian berjalan mendekat.
"Sudahi saja, Ayah tidak pernah punya waktu khusus untukku. Selalu saja urusi telepon pentingmu itu."
***
Renjun menggeleng kecil, kemudian kembali fokus untuk menghapal rumus yang ada di depannya. Tidak peduli ia sudah melewatkan waktu untuk berganti pakaian. Ia masih menggunakan seragam yang ia kenakan sejak tadi pagi.
Ia tidak boleh gagal, ibunya harus pulang kali ini. Walaupun sebentar, setidaknya ibunya pulang. Tidak lama, ia mendengar pintu kamarnya terbuka, menampilkan sosok wanita yang selama ini menemaninya.
"Tuan muda, ayah anda pulang sejak tadi dan sekarang ada di ruang tamu."
Renjun berhenti menulis.
KAMU SEDANG MEMBACA
friends -00l
Fiksi Penggemar[COMPLETED] Mereka semua punya luka yang tercipta oleh ruang yang terbuka. Menjadi kuat sebelum waktunya dan menjadi lemah disaat yang tidak seharusnya. nct dream 00l present. huang renjun. lee jeno. lee donghyuck. na jaemin. ⚠️Bahasa baku ⚠️Ha...