thirty nine

3.6K 423 21
                                    

Haechan sudah tak menangis lagi, ia rasa air matanya sudah habis karena menangis terus menerus di sekolah. Kepalanya juga cukup pusing untuk memikirkan semuanya.

"Haechan sayang! Ayo makan malam!"

Haechan duduk dikursinya, dihadapan ibunya yang sibuk mengambilkan lauk untuknya. Disebelah kirinya juga ada sang ayah yang duduk menunggu giliran.

"Kau tampak murung hari ini, apa terjadi sesuatu di sekolah?" Haechan hanya menggeleng kecil tanpa repot-repot mengeluarkan suaranya untuk menjawab sang ayah.

"Kalau begitu, makanlah. Ibu memasak makanan favoritmu hari ini." Haechan hanya tersenyum kecil pada sang Ibu sebelum mulai menyendokkan nasinya ke mulutnya.

"Ini juga makanan favoritku sayang! Apa kau lupa kau dulu selalu memberikanku bekal seperti ini?"

Mendengar timpalan sang Ayah, otomatis hal itu membuat Haechan kehilangan nafsu makan. Ia terkekeh sinis. Dan berhasil mendapat perhatian kedua orang dewasa yang ada di sana.

"Ibu, jika harus memilih. Ibu akan memilih aku atau ayah?"

"Kenapa tidak keduanya?"

"Karena ibu hanya boleh memilih satu."

Sang Ibu melirik sang suami terlebih dahulu sebelum dengan mantap menjawab.

"Ibu akan memilih Haechan."

"Hei, tidak bisa begitu!" Ayahnya terdengar protes dengan keputusan sang Ibu.

"Ibu, bagaimana kalau kita pergi dan tinggalkan ayah disini?"

Mendengar nada sungguh-sungguh dari sang anak, membuat kedua orangtuanya kebingungan. Saling melempar tatapan, akhirnya sang istri memilih untuk bertanya lebih dulu.

"Apa ada masalah? Kau bisa bercerita pada Ibu.."

Haechan tersenyum kecil, menatap ibunya tepat di mata.

"Ibu, aku sangat mengagumi ayahku. Dia orang yang sangat hebat. Dia bisa melakukan segala hal dan selalu menjadi pahlawanku sejak kecil hingga kini. Dia selalu ada untukku, menemaniku bermain, memelukku saat tidur, juga memberikanku uang jajan yang lebih, dia bisa memasak, dia bisa menjadi teman dan sahabatku diwaktu yang bersamaan. Aku sangat menyayanginya dan benar-benar mengaguminya. Dia adalah ayah yang sangat luar biasa. Dia adalah penasehat yang baik, kepala rumah tangga yang sempurna karena sudah menjadi ayah yang baik untukku dan suami yang baik juga untuk Ibu." Sang ayah tersenyum mendengar pujian dari anaknya sambil mengenggam tangan sang istri.

"Tapi kemudian, aku melihat ayahku berselingkuh dengan ibu temanku. Mereka berciuman di depan rumah ini pada malam hari saat semua orang sudah tertidur. Awalnya aku tidak ingin percaya, tapi yang ku lihat itu benar-benar ayah dan Ibu Renjun. Aku tidak tau apa yang salah dengan pahlawanku sampai-sampai ia berselingkuh dengan ibu temanku. Aku ingin menyangkalnya dengan berkata bahwa itu bukan ayahku, tapi itu memang ayahku. Orang yang paling aku kagumi dan orang yang selama ini menjadi pahlawanku."

Sesaat terjadi keheningan di meja makan yang biasanya terdengar riuh. Haechan sama sekali tidak mengeluarkan air mata barang setetes. Ia tersenyum kecil pada sang ibu yang sudah menangis sejak awal.

"Haechan.. Haechan tidak akan menentang apapun keputusan ibu. Jika ibu ingin berpisah dengan ayah, aku akan memilih untuk ikut bersama ibu. Dan sebaliknya, jika ibu memilih untuk tetap bersama dengan ayah, maka aku juga akan tetap disini bersama ibu."

"Sayang, Haechan, tidak seperti itu. Aku tidak melakukannya, aku hanya—"

"Ini waktu makan malam. Haechan, habiskan makananmu sayang. Malam ini ibu akan tidur di kamarmu ya?"

***

Haechan membaringkan kepalanya di paha sang ibu. Ia merasakan kepalanya diusap lembut oleh sang ibu. Tak ada satupun yang berbicara lebih dulu, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Haechan.."

"Iya ibu?"

"Apakah Haechan ingin pergi dari sini?"

Sejenak Haechan terdiam. Jelas saja ia tidak ingin pergi dari sini. Ia tidak mungkin meninggalkan teman-temannya. Apalagi harus meninggalkan tempat yang sudah menjadi rumahnya sejak kecil. Tempat ia berkenalan dan memiliki 3 sahabat yang sangat ia sayangi.

"Iya, Haechan ingin pergi dari sini bu."

Sang ibu terkekeh kecil, meskipun tanpa bertanyapun ia bisa melihat jawaban dari mata sang anak.

"Semuanya akan baik-baik saja jika kita memaafkan ayahmu, Haechan bisa tetap disini bersama Renjun, Jeno dan Jaemin. Kau tau seorang manusia tidak pernah luput dari kesalahan. Mungkin ayahmu berada di posisi itu."

Karena tidak mendengar respon dari Haechan, Ibunya kembali berucap.

"Karena kau sudah tau tentang itu, biar ibu ceritakan sedikit. Jauh sebelum menikah, ayahmu dan Ibu Renjun adalah cinta pertama. Mereka sudah bersama sejak sekolah menengah atas. Ada yang mengatakan bahwa cinta pertama itu tidak pernah berhasil. Mereka akan selalu berakhir dengan patah hati. Begitupun ayahmu dan Ibu Renjun."

"Mereka berbeda tujuan hidup. Keluarga Ibu Renjun selalu ingin yang terbaik, dalam segala hal. Dan ayahmu bukanlah lelaki terbaik yang tepat disamping Ibu Renjun kala itu. Bisa kau tebak selanjutnya mereka berpisah, dengan kepingan hati masing-masing. Saat tau ayahmu sudah menikah dan tinggal disini, Ibu Renjun juga memilih untuk membeli rumah disini."

Menarik napas panjang, Ibunya kembali melanjutkan cerita.

"Dalam sekali lihat pun Ibu tau kalau mereka masih belum bisa melupakan satu sama lain. Ibu sudah menebak apa kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi kedepannya, tapi hal itu sirna saat Ibu tau kalau Ibu Renjun memilih untuk tinggal di China. Meninggalkan Renjun dan suaminya disini. Untuk yang kau katakan tadi di meja makan, ibu sama sekali tidak tahu-menahu kalau ibu Renjun sudah pulang. Haechan, dengarkan Ibu. Jika Haechan dan Ibu pergi meninggalkan ayah sendirian disini, apa itu akan membuat ayah lebih baik?"

"M-mungkin?"

"Apa Haechan siap berpisah jauh dari pahlawan Haechan?"

Belum sempat menjawab, ponsel Haechan menampilkan notifikasi. Ia meliriknya sebentar.

Mark : Hei
Mark : Sedang apa?

Alih-alih membalas, Haechan memilih untuk menonaktifkan ponselnya. Menenggelamkan tubuhnya dalam pelukan sang ibu.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
friends -00lTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang