thirty seven

3.5K 421 9
                                    

Renjun termenung di dalam bus. Ia pulang sendirian hari ini. Haechan memilih untuk naik bus lain meskipun memiliki rute yang lebih panjang dari seharusnya. Jeno juga memilih untuk tinggal di sekolah. Mungkin ia akan pulang menggunakan bus selanjutnya.

Ia menggeram kesal, lalu merutuki dirinya sendiri. Ia tak tau harus menyalahkan siapa. Dirinya sangat pusing. Tak tau harus mempercayai siapa lagi. Tidak ibunya, bahkan tidak juga teman-temannya.

Jujur saja, ia kecewa karena Jeno, Jaemin, dan Haechan sama sekali tidak terbuka padanya. Sama sekali tidak bercerita ataupun berbagi masalah satu sama lain. Namun, Renjun juga sadar bahwa dirinya pun tidak terbuka pada sahabatnya.

Jaemin yang selfharm
Orang tua Jeno yang ingin bercerai
Haechan yang penyuka sesama jenis
Bahkan Ibunya yang ternyata berhubungan dengan Ayah Haechan

Ia sama sekali tidak tau apapun. Bahkan dirinya sudah melontarkan kata-kata kasar dan tajam kepada mereka tadi.

Renjun menjambak rambutnya sendiri, menutup wajah dengan kedua tangannya, lalu menangis diantara kerumunan orang yang ada di dalam bus itu. Tolong..

..tolong bangunkan ia dan buatlah ini menjadi mimpi.

***

Renjun melangkah ke dalam rumahnya setelah berulangkali memantapkan hati setelah melihat mobil ayahnya yang terparkir di depan. Jika biasanya ia hanya masuk tanpa beban, tapi kali ini ia tidak.

"Aku pul—"

"Renjun! Mama rindu sekali!"

Sebuah pelukan hangat yang selama ini ia inginkan kini ia dapatkan. Wujud sang Ibu yang selama ini ia rindukan, kini ada di hadapannya, memeluknya dengan sangat erat. Renjun mengangkat matanya, melihat sang Ayah yang hanya tersenyum kecil.

"Kenapa mama pulang..?"

Mendengar lirihan kecil itu, sang Mama melepaskan pelukannya lalu menatap sang anak. Sesekali tangannya mengusap wajah Renjun.

"Mama kan sudah berjanji? Mama akan pulang kalau kau juara satu."

Renjun tersenyum miris.

"Tapi aku juara dua, Mama."

Terjadi keheningan sesaat sebelum sang Mama kembali berucap.

"Tak apa, juara satu atau dua itu tidak penting, Renjun. Lihat, mama sudah pulang. Mama ada di rumah sekarang!"

"Tidak penting..?" Renjun mundur beberapa langkah kebelakang, ia tertawa sumbang dengan menggelengkan kepalanya. Ia mendorong bahu sang Mama. Kedua tangannya naik menarik rambutnya sendiri, mengakibatkan dirinya menjerit sakit.

"Mama selalu menyuruhku untuk juara satu agar mama pulang! Aku menempati semua juara satu di sekolah tapi mama tidak pulang juga, dan sekarang mama bilang itu tidak penting?" Renjun histeris sambil menunjuk-nunjuk ibunya. Tangisan pilu dari Renjun membuat Mamanya berlutut lalu kembali merengkuh tubuhnya.

"Sayang, tidak begitu. Mama bisa jelaskan semuanya. Mama tau mama—"

"Aku bahkan kehilangan teman-temanku karena mama."

"Jeno, Haechan, Jaemin, mereka semua pergi karena mama!"

"Harusnya mama tidak perlu pulang! Harusnya Mama tidak perlu berjanji padaku untuk pulang!"

"Untuk apa mama pulang sekarang?"

"Mama menghancurkan hidupku!"

"Mama.."

"..tidak bisakah mama pergi saja?"

"Aku tidak butuh mama!"

"HUANG RENJUN!" Teriakan dari ayahnya, membuat Renjun memberontak dari pelukan sang Mama.

"Baba, apakah baba tau? Mama selingkuh. Mama berselingkuh dengan Ayah Haechan!"

"Masuk ke kamarmu, baba akan berbicara pada mama."

Dengan langkah pelan, Renjun masuk ke dalam kamarnya. Meninggalkan sang mama yang juga berlinang air mata. Ia mengunci pintu kamarnya, lalu meluruhkan tubuhnya ke lantai, meraung keras dan menumpahkan seluruh tangisnya di dalam sana.

***

Ayah Renjun memberikan segelas air, meminta sang perempuan untuk minum terlebih dahulu.

"Renjun tumbuh bersama 3 anak lain yang tinggal disini. Namanya Jeno, Haechan, dan Jaemin. Mereka selalu kemana-mana berempat. Mereka selalu saling menjaga dan saling melindungi satu sama lain." Ayah Renjun menampilkan senyum tipis.

"Ketika bersama mereka, Renjun seperti menemukan dirinya sendiri. Renjun akan berubah menjadi pribadi yang cerewet, peduli terhadap keadaan, dan bahkan repot-repot memikirkan perasaan orang lain. Berbeda ketika dirumah, ia menjadi sosok yang pendiam, murung, dan tak banyak bicara."

"Karena tidak memiliki orang tua seperti yang diharapkannya, Renjun selalu berkunjung dan tinggal lebih lama di rumah temannya, Jaemin. Dia pernah bilang bahwa disana, orangtua Jaemin selalu ada. Mereka selalu menemani Jaemin makan malam, menceritakan sebuah dongeng sebelum tidur, bahkan berbagi cerita dan bermain bersama mereka di sore hari."

Ayah Renjun menghela napas panjang, "aku tidak tau kapan tepatnya kau berhasil menghubungi Renjun dan perlahan-lahan membuatnya berambisi untuk selalu berada di posisi pertama. Aku sudah beberapa kali mengingatkannya untuk berhenti dan beristirahat. Tapi ternyata kau menjanjikan satu hal padanya."

"Dia sangat merindukanmu dan sangat menginginkanmu untuk pulang sejak dulu. Namun kenapa saat kau pulang, kau malah menorehkan luka baru pada Renjun?"

Sang perempuan kembali menangis dengan keras. Ia sama sekali tidak tahu-menahu tentang kehidupan anaknya sendiri. Ia benar-benar merupakan ibu yang sangat buruk.

"Tapi aku tidak pernah memberitahukan apapun tentang kau dan Ayah Haechan pada Renjun."

Kepala sang wanita terangkat, kalau Renjun tau bukan dari lelaki di hadapannya, lalu mungkinkah Renjun yang mendapatinya malam itu?

Kepala sang wanita terangkat, kalau Renjun tau bukan dari lelaki di hadapannya, lalu mungkinkah Renjun yang mendapatinya malam itu?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
friends -00lTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang