twenty seven

3.1K 439 5
                                    

"Sudah berakhir. Benar-benar sudah berakhir. Ah, kenapa aku tidak bisa tahan melihat makanan."

"Sekarang bagaimana? Jaemin tidak akan makan siang?" Renjun melihat ke arah Haechan yang masih setia menjambak rambutnya. Omong-omong, mereka berada di kantin sekarang, tanpa Jaemin tentunya.

"Tidak. Aku tidak memakan seluruh bekalnya. Hanya tiga perempat?"

"Kau pikir Jaemin mau makan bekasmu? Pabo. Jinjja pabo."

"Ini semua karena Jeno. Karena kau dan tingkah cerobohmu! Sekarang Jaemin jadi ikut membenciku. Andwae Eommaaa!" Haechan merengek memanggil ibunya. Membuat siswa yang lewat dekat meja mereka terkekeh geli.

"Ya. Kau kenapa? Jaemin tidak bersama kalian?"

Haechan mengangkat kepalanya. Ah, ide cemerlang terlintas di otaknya.

"Han Jisung! Ikut aku sekarang. Kalian berdua tunggu disini. Aku tidak akan lama."

Han hanya mengikuti langkah Haechan yang menarik tangannya layak hewan.

"Kau merasa bersalah padaku dan Jaemin kan? Kau sudah merundung nya. Kau ingat kan?"

"Aku sudah minta maaf padanya, dan sudah dimaafkan olehnya!"

"Tetap saja! Kau pikir mudah melupakannya? Dengar, ini saatnya kau membalas semua perbuatan burukmu padanya. Belikan dia makanan, dan paksa dia untuk makan. Pastikan dia menghabiskannya. Jangan belikan dia varian strawberry, dan jan-"

"Kalian berkelahi dan aku harus terlibat di dalamnya? Heol, kau sungguh licik, Haechan."

"ITU KARENA DIA TIDAK AKAN MENDENGARKU DAN TEMAN-TEMANKU!"

Han mengibaskan tangannya di depan wajah Haechan.

"Arrasseo. Aku akan mengurusnya. Kau tenang saja."

***

"Aku tidak punya teman untuk makan, dan kantin sangat penuh. Jadi makan itu untuk menemaniku."

Meskipun terlihat sedikit tak ikhlas tapi Jaemin tetap meraup roti yang disodorkan oleh Han. Mereka makan dalam diam di gudang sekolah, tempat Jaemin pernah dirundung.

"Bagaimana hari-harimu? Berjalan baik?" Jaemin mengulaskan senyum kecil, ia sama sekali tidak nenyangka. Han yang dulu merundungnya, kini menjadi seperti ini.

"Hm, baik. Cukup baik. Bagaimana denganmu?"

"Sangat baik. Akhir-akhir ini hyungku sering mengirim pesan. Mengingatkan ku agar tidak lupa makan, mandi dengan rajin, dan banyak senyum. Itu semua berkatmu. Gomawo."

"Aku bahkan tidak melakukan banyak hal."

"Tetap saja. Aku sudah menganggapmu satu level di atas teman, kau tau? Itu karena kau berjasa bagiku. Kalau kau butuh bantuan, datang saja padaku." Mendengar hal itu, Jaemin tertawa.

"Lupakan saja. Aku hanya ingin kau hidup bahagia."

Han tersenyum tipis dan menyodorkan Jaemin sebotol air.

"Kalian sedang bertengkar?"

Jaemin mengangkat pandangannya pada Han.

"Siapa?"

Mendengus sebal, Han menjawab. "Kau dan teman-temanmu."

"Haechan bilang begitu?"

"Tidak. Aku hanya menebak."

Jaemin hanya diam tanpa menjawab pertanyaan awal yang diajukan oleh Han.

"Kau bagaimana?"

Keduanya berpandangan, Han memberi isyarat tak mengerti maksud Jaemin.

"Kau. Bagaimana hubunganmu dengan ayahmu? Chan hyung pernah cerita, ia punya adik yang sering dipukul oleh ayahnya. Itu kau, 'kan?"

Walau hanya terdengar seperti pertanyaan biasa, namun Han bisa merasakan mimpi buruk itu kembali datang. Bayang-bayang seram ayahnya serta dirinya yang menjadi objek sasaran pelampiasan kekesalan ayahnya.

"Kau bisa melawannya, Han. Tapi kenapa hanya diam saja?"

Han tersenyum getir, ia yang tadinya menunduk kembali menegakkan tubuhnya. Menatap Jaemin yang tersenyum sedikit sinis padanya.

"Lalu bagaimana dengan kau sendiri, Jaemin? Kau sering melukai dirimu sendiri. Untuk menyalurkan rasa sakitmu 'kan?"

Senyuman itu luntur dari wajah Jaemin, bergantian dengan senyuman kecil yang terbit pada wajah milik Han.

"Kau bisa melawannya, Jaemin. Tapi kenapa hanya diam saja? Tidak cerita pada teman-temanmu? Aku bahkan ragu mereka tau kau seperti ini atau tidak."

Jaemin meremas sisa roti yang ada di genggamannya, "diamlah."

Han mendekat lalu menepuk bahu teman sekelasnya itu.

"Berhentilah. Kau bisa melakukannya."

***

Jaemin pulang lebih awal karena alasan sakit, dan itu berhasil membuat ketiga temannya uring-uringan sepanjang hari. Mereka saling melemparkan kesalahan satu sama lain hingga bel pulang berbunyi.

"YA! HAN JISUNG. BERHENTI DISANA."

Teriakan Haechan membuat langkah Han terhenti. Ia kembali duduk di kursinya, lalu dengan santai menaikkan dagunya, seolah bertanya apa.

"Kau yakin Jaemin menghabiskan rotinya tadi?"

"Sudah kubilang iya. Aku makan bersamanya digudang."

Renjun, Jeno dan Haechan kemudian duduk mengelilingi Han.

"Biarkan aku bertanya lebih dulu. Apa yang membuat kalian bertengkar dengan Jaemin?"

"Jaemin diberikan hadiah dari ayahnya, NCT Computer Gaming 127 Vers dan Jeno menumpahkan air disana."

"Tanpa sengaja." Jeno cepat-cepat menambahkan.

"Heol, daebak. Dia bahkan tak memukulmu? Sungguh luar biasa. Jika itu aku, maka aku pasti membunuhmu."

Haechan mengangguk, "aku pun akan seperti itu! Untungnya perangkat itu tidak rusak."

"Versi baru itu sudah dilengkapi water-ressistance. Tidak perlu khawatir."

"Eung? Bukannya namanya waterproof?"

"Kupastikan kau tertarik masuk kelas kecantikan, buntalan lemak."

"AISH, YAK!"

Renjun berdehem, memutus pertikaian yang terjadi.

"Ditambah Haechan merebut bekal makan siang Jaemin tadi." Renjun menambahkan lalu menunjuk Haechan yang nampak tak berdosa sama sekali.

"Lalu apa hubunganku dengan semua peristiwa itu? Obso. Bicaralah baik-baik dengan Jaemin. Aku yakin dia hanya kesal. Aku pulang, sampai jumpa besok."

***

a/n :
aku masih gak menyangka ini nyampe 15k viewers! thank you so much guise :D dan oh iya kali ini aku akan beneran daily update biar cepet selesaiii

friends -00lTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang