twenty four

3.4K 434 15
                                    

Jaemin memejamkan matanya, menikmati setiap usapan tangan ibunya pada kepalanya. Hampir setiap malam, ia mendapatkan moment ini sebelum tidur.

"Bagaimana hari Nana hari ini?"

Dengan mata terpejam, Nana mengembangkan senyumnya lalu mulai menceritakan pada ibunya dari A hingga Z kejadian yang ia alami hari ini. Mulai dari hal terpenting sampai hal yang tak penting sekalipun, seperti—

"Aku melihat semut di kantin berjejer dengan sangat rapi, eomma!"

"Dan aku melihat penjual bubur kacang hijau di pinggir perempatan jalan tadi pagi menggunakan kaos warna biru tua, kemarin juga ia menggunakan baju yang sama!"

"Eoh, lalu Haechan menyelamatkan Jeno dari kumpulan gadis penggemarnya juga! Sangat jarang, kita bisa memercayai Haechan, eomma!"

Sang ibu hanya tertawa kecil menanggapinya. Ia lalu menunduk mengecup kening Nana.

"Sudah waktunya Nana tidur. Selamat malam, Nana nya eomma. Mimpi indah."

Nana kemudian menyelimuti dirinya sendiri, bersiap terbang ke alam mimpi. Meninggalkan sang ibu yang tersenyum, ia juga memastikan kembali bahwa tubuh anaknya sudah terselimuti dengan baik. Dengan pelan, ia berjalan keluar dari kamar tersebut.

"Nana sudah tidur?"

"Ah, kamjagiya!" Sang ibu memegang dadanya, terkejut mendengar suaminya.

"Mian.. Nana sudah tidur?" Sang perempuan mengangguk kecil.

"Kenapa?"

"Aku juga ingin disayangi sebelum tidur, sayang!" Dengan wajah merengut, sang suami kemudian mendekap sang istri.

***

Haechan melihat ketiga temannya yang sibuk mengerjakan tugas. Sungguh, ia bukan malas. Hanya saja belum punya niat. Belum lagi, tugas itu akan dikumpul satu minggu lagi. Catat itu. Satu minggu lagi.

"Aku mau ke toilet."

Jeno menoleh dan menatapnya tajam, "jangan beralasan dan kerja tugasmu."

"Itu akan dikumpul satu minggu lagi. 7 hari. Dalam 1 hari ada 24 jam, dan aku akan menyelesaikannya 1 jam sebelum tugas itu dikumpul. Dan aku benar-benar ingin buang air!"

Renjun yang mendengar keributan itu menoleh sinis, "kenapa kau jorok sekali?"

"Aku pergi."

Haechan kemudian berjalan sendirian menyusuri koridor. Jam belajar membuat koridor tampak sepi. Haechan pun tak terusik dengan hal itu. Ia hanya butuh ke toilet lalu jalan-jalan sebentar dan kembali ke kelas.

Ia tak perlu waktu lama untuk sampai ke toilet, saat ia masuk ke dalam toilet ia berpapasan dengan sosok tinggi dengan seragam adik kelas keluar dari sana.

"Tidak asing, pernah lihat dimana ya?" Namun Haechan adalah Haechan. Ia mengedikkan bahunya, acuh. Ia dikejutkan oleh Han yang berdiri di depan toilet dengan postur berjongkok.

"Ya, kau sedang apa disana?"

Han mendongak, tersenyum kecil.

"Menunggu mu?"

"Kau kerasukan?"

"Aku.. ingin bercerita padamu."

Meskipun merasa ada yang tidak beres, Haechan tetap mengikuti langkah Han menuju taman sekolah yang kosong. Hanya mereka berdua yang ada disana.

"Cerita apa? Cepatlah, nanti teman-temanku mencariku."

Han melirik, sebelum menarik napas panjang.

friends -00lTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang