twenty eight

3.1K 425 9
                                    

Jaemin mengunci pintu kamarnya, memastikan bahwa itu terengsel dengan baik. Ia menghempaskan tubuhnya pada kursi yang ada di dalam kamarnya. Ia menatap setiap benda yang ada disekitarnya, hingga pada perangkat baru yang dibelikan oleh ayahnya. Dan terakhir, pada sebuah polaroid yang berisi fotonya bersama ketiga sahabatnya.

"Han menyadarinya.. tapi kenapa tidak satupun dari kalian yang tau?"

Jaemin tak menghitung sudah berapa lama ia sering melakukan selfharm. Entah karena sedang tertekan, atau hanya ingin saja. Belum lagi, tak ada satupun dari kawannya yang sadar akan hal itu.

Meskipun pelan, Jaemin terkekeh kecil.

"Rasanya seperti sedang bermain petak umpet saja."

Tangannya bergerak membuka laci, mengambil sekotak pensil yang berada di paling belakang laci. Ia membukanya dan mengeluarkan sebilah pisau kecil, terlihat mengkilap. Jaemin sedikit menyapu-nyapukannya pada perutnya yang masih terlindungi seragam.

"Berhentilah. Kau bisa melakukannya."

Rekaman suara Han terputar diotaknya. Tak hanya sekali, namun berulang kali.

"Dia bahkan tidak tau apa-apa."

Namun kembali, suara Han yang lain mengacaukan niatnya.

"Mereka sangat menyayangimu. Kau tau Haechan sangat membenciku, tapi ia menepis egonya untuk meminta bantuanku, agar kau makan siang. Jeno dan Renjun juga tampak tak berselera dengan makan siangnya di kantin. Aku yakin mereka akan membantumu keluar dari kebiasaan itu, Jaemin."

Meskipun gengsi mengakuinya, namun Jaemin pada akhirnya membuang pisau kecil itu pada kotak sampah yang ada di samping kakinya. Ia memeluk kakinya sendiri, menangis dalam diam. Tanpa ada seorang pun yang tau kondisinya.

***


"Han benar. Kita harus bicara baik-baik dengan Jaemin."

Haechan menjadi pembuka dalam diskusi mereka selama berada didalam bus pulang.

"Kita sudah mencobanya, dan dia menghindarinya." Renjun berucap.

"Lagi. Kita tidak boleh putus asa. Terlebih kau, Jeno. Dasar ceroboh." Yang disebut hanya menghela napas kasar. Sepertinya ia butuh cermin untuk menyadarkan Haechan mengenai kelakuannya tadi siang.

Kaotalk!

Bunyi notifikasi yang sama dari handphone ketiganya membuat bingung.

Nana : kalian sudah pulang?

"NANA MENGIRIMKAN PESAN!"

Pekikan Haechan itu mengundang lirikan dari setiap penumpang bis. Jeno dan Renjun segera menundukkan kepala, meminta maaf.

"Aku saja yang balas. Aku saja."

Jeno mengajukan diri, lalu dengan secepat kilat mengetik balasan.

Jeno : kami sudah didalam bis nana
Jeno : ingin menitip sesuatu? akan aku belikan apapun!

Haechan : aku juga, sebut saja nana

Nana : tidak ada, hanya ingin kalian datang saja

Ketiganya saling berpandangan lalu tersenyum cerah. Akhirnya, Jaemin mereka kembali.

Renjun : baiklah, tunggu disana ya

nana : @Jeno aku mau bulgogi ya, belikan dua lalu aku akan memaafkanmu dan melupakan semua kejadian yang telah kau lakukan padaku.

Jeno : ada lagi?? pasti akan aku belikan!

Nana : hng? siapa yang memakai namaku?

Beberapa detik kemudian, di dalam bis itu terdengar teriakan Haechan yang rambutnya sudah dijambak habis-habisan oleh Jeno.

Renjun yang kepalang malu hanya bisa mengendap-endap pindah tempat duduk lebih jauh dari kedua temannya itu, Renjun juga menenggelamkan wajahnya pada tudung hoodie miliknya. Auh, tidak lagi dia pulang bersama dua curut ini.  Sangat memalukan.


***

Omake

Han tersenyum getir, ia yang tadinya menunduk kembali menegakkan tubuhnya. Menatap Jaemin yang tersenyum sedikit sinis padanya.

"Lalu bagaimana dengan kau sendiri, Jaemin? Kau sering melukai dirimu sendiri. Untuk menyalurkan rasa sakitmu 'kan?"

Senyuman itu luntur dari wajah Jaemin, bergantian dengan senyuman kecil yang terbit pada wajah milik Han.

"Kau bisa melawannya, Jaemin. Tapi kenapa hanya diam saja? Tidak cerita pada teman-temanmu? Aku bahkan ragu mereka tau kau seperti ini atau tidak."

Jaemin meremas sisa roti yang ada di genggamannya, "diamlah."

Han mendekat lalu menepuk bahu teman sekelasnya itu.

"Berhentilah. Kau bisa melakukannya."

"Kau tidak tau apa-apa."

"Mereka selalu ada untukmu. Jeno, Renjun, Haechan." Terdapat jeda sebelum Han melanjutkan ucapannya,

"Mereka sangat menyayangimu. Kau tau Haechan sangat membenciku, tapi ia menepis egonya untuk meminta bantuanku, agar kau makan siang. Jeno dan Renjun juga tampak tak berselera dengan makan siangnya di kantin. Aku yakin mereka akan membantumu keluar dari kebiasaan itu, Jaemin."

"Sejak kapan kau tau tentangku?"

Han tersenyum lirih, "sejak aku merundungmu di gudang kala itu. Aku melihat beberapa goresan saat seragam milikmu tersingkap. Berhentilah, Jaemin. Meskipun aku tidak tau apa-apa dan teman-temanmu tidak tau akan hal ini, tapi aku yakin kau bisa melewatinya tanpa melukai dirimu sendiri."

Sebelum melangkah keluar dari pintu, Han menoleh pada temannya yang masih setia mematung disana.

"Semangatlah. Kau pasti bisa, Jaemin-ah."

***

a/n

Btw aku mau nyampein aja kalo kadang ada orang yang terlihat bahagia namun sebenernya dia nyimpen luka seperti Jaemin di cerita ini T-T sedeket apapun kalian, dia kadang nutup diri untuk cerita ke siapapun, dan kalo kalian ngerasa terjadi sesuatu sama temen kalian, jangan lupa berikan support yaaa 🥺 jangan maksa mereka untuk cerita. Cukup berikan support seperti Han ke Jaemin ya!! Anw, makasih atas semangatnya semuanyaaaa! Aku bakal rajin up pokoknya xixixi, kalo perlu double up!

friends -00lTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang