Special part (MarkHyuck sides)

5.7K 367 34
                                    

Ketiga kawannya sangat tau bahkan lebih dari sangat tau tentang kebiasaan Haechan ketika di sekolah adalah pergi ke toilet sebanyak tiga kali bahkan lebih dalam satu hari. Kadang hanya karena bosan, atau ingin membolos pelajaran sejenak, atau memang murni karena ingin buang air.

Ia juga tidak segan mengunjungi toilet milik kakak kelas atau adik kelas sesekali. Patroli katanya. Dan pada hari itu, ia tak sengaja bertemu Mark di toilet kakak kelas. Awalnya hanya saling berpapasan sebelum Mark menyadari bahwa Haechan tidak seangkatan dengannya. Ia dengan pelan menarik tangan Haechan, membawanya berdiri di hadapannya.

"Kau tingkat berapa?"

Bak pencuri yang ditangkap basah, mulanya Haechan menjadi gelagapan namun kemudian ia memulai aktingnya.

"Tingkat tiga! Heol, kau tidak tau teman seangkatanmu sendiri? Kau keterlaluan, teman! Hahahaha!"

Namun rupanya, Mark sama sekali tidak terpengaruh. Akting itu hanya berakhir dengan Haechan yang tertawa canggung. Awalnya, Haechan ingin memelas untuk dilepaskan sebelum matanya berhasil menemukan kesedihan yang terpancar jelas di manik yang lebih tua.

"Sunbaenim.. apa kau baik-baik saja?"

Mark tertegun. Sepertinya Haechan adalah orang pertama yang menanyakan hal itu. Mark kemudian tertunduk lalu menggeleng. Ia tidak baik-baik saja. Haechan juga bingung, lantas ia harus melakukan apa?

"Um, ingin bercerita?"

Dan hal itu berakhir dengan perginya mereka berdua ke atap sekolah. Konon, wilayah ini hanya bisa diakses oleh murid tingkat tiga, seperti Mark. Jika ada murid tingkat dua atau tingkat satu yang kedapatan memasuki wilayah ini, maka akan dijamin akan mendapat ganjarannya.

Senioritas.

Tapi Haechan tidak begitu takut karena ada Mark yang menjadi tamengnya. Bahkan sesekali ia mencuri pandang, pintunya memiliki sangat banyak gembok, sangat tidak mungkin ada yang berhasil menyelinap. Dan juga tempat itu sangat sepi, tidak ada orang sama sekali. Mark menarik tangan Haechan, membawa adik tingkatnya melewati pintu. Lalu kembali mengunci pintu itu dengan gembok.

"Jadi, kau tingkat berapa?"

Haechan meneguk ludahnya. Sial, ia pikir ia sudah lepas dari masalah yang satu itu.

"Tingkat dua, sunbaenim."

Mark melirik kearah nametagnya, namanya Lee Haechan.

"Ah, kau temannya Jeno, kan?"

Haechan mengangguk semangat. Setiap ada yang mengungkit salah satu nama sahabatnya, ia merasa bangga bukan main. Bayangkan, ia menemaninya sejak kecil. Bisa Haechan bilang bahwa dibalik kesuksesan atau ketenaran para sahabatnya, ada dia dibaliknya.

"Kau bertanya apa tadi?"

"Apa sunbaenim.. baik-baik saja?"

Mark menoleh ke arahnya, "kenapa menanyakan hal itu?"

"Semuanya tampak jelas dimata sunbaenim."

Mark terkekeh kecil, teman-temannya tidak ada yang menyadari hal itu. Hanya Haechan, sang adik tingkat yang baru saja dijumpainya sadar akan kesedihannya. Bukankah ini aneh?

Keduanya tanpa sadar berjalan menuju ke ujung bangunan. Melihat lalu-lalang kendaraan dari atas, jalanan tampak padat di siang hari. Orang-orang agaknya sibuk kesana-kemari untuk mengurus sesuatu.

"Aku baru saja kehilangan Nenek ku, Haechan. Dia yang menjagaku sejak kecil dan merawatku seolah-olah aku adalah benda paling berharga di dunia. Kemarin adalah hari pemakamannya dan aku bahkan tidak diperbolehkan hadir kesana. Aku merasa sangat buruk. Jarak ke Daegu bahkan tidak sejauh itu sampai mereka harus melarangku mati-matian untuk tidak pergi kesana."

friends -00lTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang