nineteen

3.7K 489 11
                                    

Jeno yang datang paling akhir menjadi bahan ejekan dan bertugas untuk mencuci piring. Hampir dua kali bahkan lebih dalam setahun, keluarga Jaemin selalu mengadakan pesta barbeque bersama Jaemin dan teman-temannya.

"Bagaimana sekolah kalian? Lancar?" Ayah Na bertanya di sela-sela makannya.

"Lancar paman! Tapi, Haechan dan Jaemin bertingkah aneh akhir-akhir ini."

Ayah Na memusatkan perhatiannya pada Renjun yang memulai cerita.

"Aneh? Aneh kenapa?"

"Mereka berdua seperti mogok makan ketika di sekolah. Mereka berdua tidak mau ke kantin ketika diajak! Haechan selalu beralasan diet dan Jaemin selalu beralasan tidak mood."

Ayah Na lalu mengalihkan pandangannya pada putranya juga Haechan.

"Benarkah itu?"

"Benar, appa. Tapi Nana dan Echan tidak pernah kelaparan kok.."

"Bwnar pamwan ak dns dknana."

"Telan dulu, Haechan." Setelah mengunyah dengan cepat, ia menelan makanannya.

"Benar paman! Aku dan Nana tidak pernah kelaparan, kami semua makan makanan dari penggemar Jeno! Jeno punya banyak sekali gadis penggemar di sekolah, tiap hari aku dan Jaemin bisa makan dengan kenyang tanpa perlu ke kantin!"

Lalu Ayah Na memandang Jeno yang tampak kesal karena Haechan mebeberkan mengenai hal itu.

"Benarkah? Jeno punya penggemar di sekolah?"

"Jangan remehkan Jeno, paman! Jeno pintar dan juga ikut ekstrakurikuler beladiri. Gadis-gadis itu jadi sangat menyukai Jeno!"

"Gadis-gadis siapa?" Ibu Na datang dan membawakan nampan berisi es buah untuk mereka, sebagai hidangan penutup.

"Gadis-gadis Jeno, bibi! Jeno punya sangat banyak penggemar wanita di sekolah. Hampir tiap hari aku dan Jaemin makan gratis dari pemberian mereka!"

"Jeno ternyata populer ya." Ibu Na mengusak surai Jeno membuat kedua pipi anak itu memanas, tampak sedikit memerah. Ia sangat jarang mendapat afeksi seperti itu dari ibunya.

"Lalu bagaimana denganmu Renjun?"

"Aku baik-baik saja paman, tapi minggu depan akan ada pemilihan kandidat untuk ikut olimpiade sains! Aku sudah belajar sangat keras untuk itu!"

Ayah Na lalu mengusak surai Renjun, "Paman yakin kau akan berhasil untuk itu Renjun!"

Lalu mereka tampak saling bercanda ria setelahnya.

"Paman! Bibi! Lihat, pipi Haechan sudah seperti bola!" Haechan segera menutup kedua pipinya ketika mendengar Jeno berseru seperti itu.

"Tidaaak!"

Semua yang ada disana menebar tawa bahagia. Kehangatan layaknya memiliki sebuah keluarga utuh kembali dirasakan oleh keempat anak yang ada di sana.

***

Renjun mendudukkan tubuhnya di kursi belajarnya. Hari ini sangat menyenangkan. Sangat-sangat menyenangkan. Ia menghabiskan waktunya bersama ketiga temannya di rumah keluarga Na. Bersama pasangan suami istri Na tentunya.

Seperti biasa, ia menyempatkan diri untuk belajar dan latihan soal di malam hari. Diselang kesibukannya, dering teleponnya membuatnya berpaling. Terdapat caller id 'mama' disana. Dengan wajah penuh senyuman, Renjun mengangkat panggilan telepon itu.

"Selamat malam, mama!"

"Selamat malam juga untuk putra mama! Sedang apa?"

"Putra mama sedang belajar!"

"Belajar? Kenapa tidak tidur saja? Jangan terlalu memaksakan dirimu sayang. Mama tidak ingin kau sakit."

Dikamarnya, Renjun menggeleng.

"Tidak mama. Renjun perlu belajar supaya bisa ikut olimpiade sains. Lagipula, mama harusnya kesini dan menjaga Renjun biar tidak sakit."

Terdengar sedikit rengekan pada akhir kalimatnya.

"Maafkan mama sayang, mama masih cukup sibuk disini dan belum sempat untuk mengatur jadwal pulang ke rumah. Maaf ya? Oh, apa ayahmu berkunjung baru-baru ini? Mama dengar dia ada disana."

Renjun mengepalkan tangannya. Selalu saja begini. Tidak pernah ada waktu sedikitpun untuknya.

"Ya. Ayah sempat datang beberapa hari lalu mama."

"Baik-baiklah pada ayahmu, dia sangat menyayangimu. Bagaimana harimu? Apa putra mama hari ini sedang bahagia? Atau sedih? Mau bercerita pada mama?"

"Mama.."

"Iya sayang?"

"Jika Renjun menang olimpiade sains di sekolah, boleh Renjun meminta satu hal dari mama? Renjun ingin mama pulang dan memeluk Renjun. Satu hari pun tak apa mama. Renjun benar-benar merindukan mama, mama tidak pernah menerima telepon dari Renjun. Renjun hanya bisa berbicara ketika mama yang menelepon. Renjun bahkan tidak tau apa yang mama lakukan disana, atau apa yang mama kerjakan disana, Apakah mama baik-baik saja, apakah mama makan dengan baik, Renjun tidak punya siapapun disini. Kenapa mama meninggalkan Renjun sendirian disini?! Mama bahkan tidak pernah pulang untuk Renjun.."

Pekikan pilu milik Renjun membuat sang mama yang jauh disana, memejamkan matanya, rasa sakitnya terasa jelas dihatinya. Ia ikut menangis dalam diam.

"Sayang.."

Renjun hanya terisak tanpa menjawab. Tangisnya semakin keras, ia selalu berusaha menahan diri untuk tidak menumpahkan sakitnya pada siapapun. Terhitung dari para sahabatnya, juga mamanya.

"A-apa.. apakah mama benar-benar menyayangi Renjun?"

"Menangkanlah olimpiade itu. Buat mamamu ini pulang ke rumah."

Tanpa menjawab apapun, Renjun memutus sambungan telepon itu. Ia berteriak sekuat tenaga. Ia melempar ponsel itu ke sembarang arah. Lagi, tanpa ada yang tau, dunianya kembali hancur.

***

APA KALIAN GAK MLEYOT JAEMIN UPDATE OMONACKKKKK, AYO JANGAN LUPA VOTENYA :* OH IYA HAPPY 5K VIEWS DAN 500 VOTE BUAT STORY INI, MAKAAAASIH BANYAK BUAT KALIAN YANG MASIH NGIKUTIN:)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

APA KALIAN GAK MLEYOT JAEMIN UPDATE OMONACKKKKK, AYO JANGAN LUPA VOTENYA :* OH IYA HAPPY 5K VIEWS DAN 500 VOTE BUAT STORY INI, MAKAAAASIH BANYAK BUAT KALIAN YANG MASIH NGIKUTIN:)

friends -00lTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang