twenty nine

3.1K 400 9
                                    

"NANA! KAMI DATANG!"

Haechan masuk lebih dulu, memberikan pelukan serta kecupan-kecupan di wajah Jaemin. Sedangkan Jaemin hanya tertawa kecil. Berbeda dengan Renjun dan Jeno yang menatap Haechan sedikit jijik.

Jeno duduk di samping Nana, memberikan eye smile terbaiknya agar kawannya itu segera luluh.

"Jaemin, maaf. Kemarin aku tidak berhati-hati."

"Tidak apa, aku hanya sedikit kaget dan kesal. Lagipula benda itu tidak rusak, masih bisa berjalan dengan baik."

"Kan sudah aku bilang, waterproof."

Renjun mendelik, "water ressistance."

Haechan mengangguk-angguk kecil.

"Ya, water assistance."

"Water. Res. Sis. Tance."

"Aku tidak perduli. Jaemin-ah, lihat mereka memojokkanku."

Dengan manja, Haechan bergelayut pada lengan Jaemin, ditambah sedikit aegyo pada kata-katanya. Lalu memeletkan lidahnya pada Renjun dan Jeno yang menatapnya tak percaya.

"Sudah, sudah. Aku sangat bosan sendirian dari tadi. Mau mendengarkan radio?"

Usulan Jaemin mendapat respon positif dari ketiga temannya.

"Ibuku bilang ini saluran terbaik."

Keempatnya duduk bersisian, menunggu radio terputar.

"Selamat siang rekan-rekan dan pendengar sekalian! Dengan saya Kim Jaehwan yang akan memandu saluran 37.5 FM selama satu jam kedepan! Silahkan kirim permintaan lagu kalian ke nomor berikut. Jika ingin mengirimkan curahan hati pun boleh! Kami akan menunggu. Baiklah untuk lagu pertama, silakan!"

Haechan mengeluarkan bungkusan kacang miliknya, lalu membaginya menjadi empat bagian sama rata.

"Setelah lagu pertama diputarkan, rupanya sudah ada yang mengirimkan curahan hatinya. Akan saya bacakan. Jaehwan oppa, bagaimana ini? Aku menyukai seorang lelaki yang sudah memiliki kekasih! Tapi aku bisa melihat bahwa mereka tidak serasi, langkah apa yang harus ku lakukan? Tolong aku! Ditambah emotikon menangis sebanyak dua buah."

"Harusnya kau mundur!" Keempat anak itu dengan serempak berseru pada radio yang masih terputar, lalu sedetik kemudian kembali tertawa dengan keras.

Tidak menyangka bahwa mereka ternyata masih sepemikiran dan sekompak ini tanpa direncanakan. Satu jam mendengarkan radio, Haechan mengeluh lapar.

"Bagaimana dengan makan di minimarket depan? Aku yang traktir!" Usulan Jeno mendapat persetujuan pertama dari Haechan. Renjun hanya mengangkat bahunya, memilih untuk mengikuti keputusan Jaemin.

"Baiklah! Aku juga rindu makan disana!"

Mereka menitip tas di kamar Jaemin, lalu bersama-sama berjalan menuju ke minimarket yang sama dengan yang Jeno tempati untuk makan semalam.

"Bagaimana persiapan olimpiademu?" Jeno bertanya pada Renjun yang berjalan disampingnya. Haechan dan Jaemin yang memang lebih aktif, berjalan di depan saling berangkulan, menyapa hewan-hewan serta tumbuhan-tumbuhan yang mereka lewati dengan penuh keceriaan.

"Cukup baik. Walaupun aku harus tidur larut agar tidak kecolongan rumus. Mengingat waktu seperti ini bisa ku gunakan untuk belajar daripada makan di minimarket."

Jeno terkekeh kecil, "kau sangat ambisius."

"Tidak juga. Aku hanya berusaha semampuku."

Tidak butuh waktu lama, keempatnya masuk ke minimarket. Menyapa sang pekerja paruh waktu dengan ramah, lalu menjalari seisi toko kecil itu. Setelah puas mengambil makanan masing-masing, mereka berkumpul di meja kasir untuk membayar.

friends -00lTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang