6 • Perhatian Kecil

918 112 4
                                    

Kata orang memberikan perhatian kecil tapi berarti itu adalah akar dari sebuah kebahagiaan yang besar. Maka Jimin telah sering membuktikannya untuk Yoojin meski dengan cara diam-diam atau dengan sikap acuhnya sekalipun.

Setelah kejadian perbucinan waktu lalu. Jimin benar-benar menepati ucapannya. Dia lebih sering pulang cepat. Selesai tak selesai pekerjaannya, dia harus pulang. Ada istrinya yang tengah menunggunya di rumah. Lagi pula, masih ada asistennya dan staf-staf yang lain yang sudah pasti akan membantunya menyelesaikan pekerjaan kantor ini.

"Aku pulang," seru Jimin setengah lantang. Namun tak ada sahutan. Jimin sempat mengernyit dahi sejenak. Bertanya-tanya kemana istrinya.

Karena ketika Yoojin pergi keluar rumah. Istrinya pasti akan berpamitan kepadanya meski hanya lewat pesan singkat saja. Tapi, juga tidak mungkin bagi Yoojin keluar di waktu menuju larut seperti saat ini. Dan, tumben sekali istrinya itu sampai tidak mendengar seruannya baru saja. Biasaya, wanita itu sudah terduduk manis di ruang TV. Yoojin pasti akan menghabiskan waktu sorenya dengan melihat siaran televisi sembari menunggu kepulangannya.

"Yoo... Yoojin," lanjut seru Jimin. Masih sama, sepi. "Sayang, aku pulang," sambungnya.

Ah! Jimin hampir saja lupa. Istrinya itu pasti di ruang baca. Kemarin ada beberapa paket buku yang baru saja datang. Segera ia menuju ke ruang baca yang terletak di bagian paling ujung dari rumah satu lantai ini.

Dan benar saja. Istrinya ada di dalam ruang baca. Wanita itu tengah duduk dan menyandarkan tubuhnya pada sofa dengan mata tertutup dan buku dalam pangkuan.

Yoojin tertidur kendati waktu baru menunjuk pada tujuh malam.

"Sayang," lirih Jimin. Ia samakan tingginya dengan posisi duduk istrinya ini, namun Yoojin masih belum membuka matanya. Jimin ulas senyumnya singkat. Dilihati wajah damai istrinya ini dalam diam, disingkirkan beberapa anak rambut yang berjatuhan di pelipis istrinya. Selanjutnya diambil buku dalam pangkuan istrinya itu dengan sepelan mungkin.

"Oh! Jimin!" pekik Yoojin, lirih. Matanya masih menyipit karena sedikit terasa perih. "Sudah lama? Maaf, aku tertidur,"

"Lelah, ya?" Tanya Jimin dengan lembutnya.

Yoojin mengangguk samar. "Lumayan. Biasa, jadwal membersihkan rumah,"

Lantas Jimin embuskan napasnya dengan cepat. Yang awalnya dia berlutut di sisi sofa. Kini sudah memposisikan tubuhnya persis di depan Yoojin. Tanpa aba-aba, diangkatnya kedua kaki Yoojin lalu diberikannya sebuah pijatan kecil pada kaki istrinya ini.

"Pasti ini pegal sekali, huh?" Lantas Yoojin tersenyum dan mengangguk. Dia selalu suka dengan perhatian-perhatian kecil yang selalu Jimin berikan seperti ini.

Meski Jimin itu temasuk orang yang cuek soal menunjukkan perhatian dan perasananya. Tapi, Yoojin bisa memaknai hal-hal kecil semcam ini dengan cintanya Jimin kepadanya.

Karena, jika Jimin memang tidak cinta atau hanya sekadar membutuhkan dirinya sebagai sekutu di atas ranjang. Mana mungkin lelaki itu akan bertanya apa kakinya ini pegal bahkan mau memberikan pijatan kecil juga seperti baru saja.

Ya, Park Jimin itu mencintainya dengan sangat meski sikapnya yang cuek untuk urusan mengungkapkan perasaan.

"Sudah-sudah, Jim. Kau itu juga pasti lelah seharian bekerja. Turunkan kakiku, Jim,"

Tak mengindahkan ucapan Yoojin, Jimin masih terus memijat kaki sang istri. "Aku akan meminta bantuan Ibu untuk di carikan asisten rumah..."

"Untuk apa sih, Jim? Lagi pula wajar kalau aku lelah setelah membersihkan rumah ini. Sudah, ah! Tidak perlu!" Buru-buru sergah Yoojin.

What I Said [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang