12 • [M]

1K 98 13
                                    


"Apa yang kau kerjakan, Yoo?"

Jimin datang ke ruang walking closet. Di tangannya ada dua cangkir, masing-masing berisi kopi dan coklat panas yang asapnya masih mengepul dari dalamnya. Selain karena Yoojin masih dalam masa pemulihan pasca kuretase waktu lalu, setidaknya Jimin paham kalau istrinya ini sedikit kurang suka dengan kopi.

"Jasmu banyak yang sudah tidak dipakai, Jim," jawabi Yoojin sibuk memilah jas tanpa melihat Jimin meski indera pembaunya sudah bisa menangkap bau semerbak kopi dan tentu saja coklat.

Jimin simpan cangkir miliknya di atas nakas dan segera menarik lembut pergelangan tangan istrinya. "Sudah malam. Istirahat, Yoo. Kubuatkan coklat panas untukmu,"

Tatap mereka bersirobok. Lantas Yoojin ulas senyumnya dan menerima secangkir coklat panas dari Jimin. Keduanya duduk di sebuah sofa tanpa badan yang memang ada di tengah-tengah ruangan.

"Kau masih dalam masa pemulihan, sayang. Kenapa terus bekerja sekeras ini?" Tanya Jimin sembari menyelipkan rambut Yoojin di balik telinga.

Satu embusan napas pendek keluar dari Yoojin. "Ini sudah satu bulan, Jim. Aku sudah baik-baik saja. Dokter juga tidak melarangku mengerjakan apapun asal bukan yang berat-berat," sanggahnya.

"Ada Imo-nim. Minta bantuan pada Imo-nim, huh?"

"Iya, Jim,"

Semenjak tahu kalau istrinya keguguran waktu lalu. Jimin banyak berubah. Meski tabiat apatisnya itu masih saja melekat. Namun jika sudah berhubungan dengan Yoojin, segalanya sirna. Jimin sekarang begitu sabar, begitu pengertian, makin banyak sifat penuh kasihnya.

Dan, sudah satu bulan sejak masuknya Yoojin ke rumah sakit. Jimin sama sekali tidak datang ke kantornya. Selama satu bulan itu, 24 jamnya hanya ia habiskan untuk menemani sang istri.

Ia merasa harus menjaga istrinya dengan sebaik mungkin. Karena faktanya, seusai Yoojin pulang dari rumah sakit. Seminggu pertama, wanita itu masih sedikit kesulitan untuk berjalan dengan benar. Termasuk dengan perut yang tiba-tiba terasa nyeri.

Selain itu, Jimin juga harus menemani Yoojin kembali ke rumah sakit guna memeriksakan kembali istrinya pasca kuretase waktu lalu.

"Kapan kau akan kembali ke kantor?" Tanya Yoojin selanjutnya.

"Entahlah. Aku masih tidak tega meninggalkanmu,"

"Aku sudah sehat, Jimin. Lagi pula ada Imo-nim. Jangan khawatir. Dokter juga sudah berkata kalau aku baik-baik saja,"

"Iya, memang. Tapi aku masih tidak tega, Yoo,"

Yoojin letakkan cangkirnya di atas meja kecil di sisi sofanya, selanjutnya diekori Jimin, menyodorkan cangkirnya pada Yoojin agar diletakkan juga di atas meja.

"Padahal aku sudah rindu memasak makan siang untukmu dan pergi ke kantor, lalu menemanimu makan siang juga,"

Jimin terkekeh singkat. Sebenarnya ia juga rindu dengan hal-hal seperti itu. Melihat istri cantiknya datang dengan membawa papper bag yang di dalamnya ada kotak-kotak berisi masakan buatannya.

"Apa ini bagian dari ngidam, Yoo?" Celetuk Jimin.

Lantas Yoojin mengangkat setengah bibirnya dan memutar bola matanya dengan malas.

What I Said [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang