[]
Tak lama setelahnya, Yoojin datang dengan sebuah nampan besar dengan piring dan mangkuk berisi menu makan malam untuk sang suami. Ia meletakannya dengan cepat namun penuh kehati-hatian di depan Jimin. Sedang Jimin sendiri. Lelaki itu tengah sibuk melihat ponselnya.
Dengan gerak lembutnya. Yoojin meraih ponsel Jimin dan meletakkan di sisi meja yang lain, lantas segera meminta sang suami untuk menyantap makan malamnya.
"Makan dulu, Jim. Nanti kerja lagi," lantas Jimin mengangguk dan segera menyambar sendok garpunya.
"Selamat makan," ujar Yoojin yang tengah menunggui suaminya menyantap makan malamnya sendiri.
"Kenapa tidak makan?" Tanya Jimin yang menyadari istrinya tidak ikut bergabung.
"Malas, Jim,"
Kini ganti Jimin yang mendesau singkat. "Sekarang tidak makan. Nanti tengah malam lapar,"
"Ya!" Sungut Yoojin, menyahut.
"Jiiiim... Jimin... lapar...." lanjut goda Jimin dengan wajah dibuat-buatnya.
"Ya! Park Jimin!"
"Kenapa Pizza, sih Jim?! Nanti aku gendut bagaimana?!" Masih goda Jimin.
Maka seketika itu juga Yoojin memberengut sempurna. Moodnya mendadak hancur. Entah kenapa, belakangan ini mood Yoojin begitu labil. Sebentar baik lalu mendadak berantakan. Bahkan untuk hal kecil sekalipun. Sebentar senang lalu tiba-tiba sedih dan berujung menangis.
"Terserah, lah! Terserah!" Ujar Yoojin, malas. Wanita itu akhirnya memilih untuk pergi dari ruang makan. Dia beralih menuju ruang keluarga. Siaran Tv adalah pengalihannya.
Sedang Jimin, antara ingin tertawa melihati Yoojin tapi juga merasa bersalah pada istrinya itu. Apa bercandanya keterlaluan? Aku yang keterlaluan atau Yoojin yang terlalu sensitif, sih?
Dia tak terlalu ambil pusing dengan ngambeknya Yoojin. Jimin tahu persis bagaimana Yoojin ketika sedang marah. Itu tidak semengerikan seperti yang dibayangkan dan tidak sesusah itu untuk mengembalikan mood istrinya yang berantakan.
Selesai dengan makan malamnya. Jimin bereskan sendiri meja makan meski tak mencuci piring-piringnya. Karena jujur saja, dia bahkan tidak tahu cara mencuci piring yang benar itu bagaimana.
Ia segera bergabung dengan istrinya membawa segelas air minum yang isinya sudah berkurang satu tegukkan.
"Masih marah, ya?" Tanya Jimin yang ikut mendudukkan diri persis di sisi Yoojin. Ia lihati wajah istrinya ini dengan seksama. Sedang Yoojin hanya diam saja. Dia sama sekali tak berniat menjawabi pertanyaan tidak peka dari suaminya ini.
"Maaf, sayang. Bercanda aku. Sungguh!" Lanjut Jimin, lantas Yoojin hanya melirik malas pada suaminya ini.
Rasanya ingin sekali dia menghadiahi Jimin dengan jitakkan di kepala. Tapi apa daya, Jimin adalah aset berharga yang mampu memenuhi seluruh kebutuhannya sebagai seorang istri selama ini.
"Jim, please, ya. Kau tahu? Itu tidak..." ujar Yoojin tak tuntas, lantas dipotong oleh Jimin begitu saja. "Iya, sayang. Aku tahu, itu tidak lucu. Maaf, ya. Aku salah," begitulah yang diucapkan Jimin.
Maka Yoojin memilih diam saja setelahnya. Termasuk tetap diam ketika suaminya bermanja-manja memeluk tubuh mungilnya.
"Kau tahu. Hari ini kepalaku hampir saja pecah karena pekerjaan?" Gumam Jimin yang masih bermanja memeluk tubuh istrinya.
"Kenapa memangnya? Ada masalah?"
Ya begitulah. Pada akhirnya, Yoojin tetap menjadi sosok istri yang harus mau mendengar keluh kesah suaminya meski hatinya masih sedikit dongkol.
KAMU SEDANG MEMBACA
What I Said [M]
Fanfiction❗UNFINISH❗ MARRIAGE LIFE 📍 Park Jimin itu pria apatis, sedang Ahn Yoojin itu wanita frontal. Lalu mereka disatukan 🚀 ~ Bukan cerita yang berat. Yang ringan-ringan aja, banyak ngelawaknya dan masih belum tahu benang merahnya 😪 ⓒ Sall - Des 2020