39 • Pusing

436 79 10
                                    

Lusa yang direncanakan Jimin akhirnya tiba. Mereka sudah bersiap akan pergi berlibur. Tujuan pertama mereka adalah Stockholm. Lalu mereka akan mengunjungi Budapest juga, semuanya harus sesuai dengan keinginan Yoojin dan Jimin jelas setuju sekali.

"Kau tidak sedang sakit kan, Sayang?" tetiba tanya Jimin saat mendapati wajah istrinya yang sedikit pucat.

"Hm?" hanya sesingkat itu Yoojin merespon sembari memainkan sarapan paginya.

Hari ini. Keduanya akan mengambil 10 jam penerbangan di waktu sore hari. Dan, kegiatan keduanya tetap seperti biasanya. Bedanya, Jimin hari ini sudah tidak lagi pergi ke kantornya. Dia akan membantu sang istri mengepak barang-barang yang akan mereka bawa selama dua bulan liburan nanti. Mereka hanya akan membawa dua koper besar saja, karena keduanya memang tidak suka membawa banyak barang saat pergi kemana-mana.

"Sakit?" lagi, perjelas Jimin. Dia meletakkan sumpitnya lantas segera meraba kening Yoojin.

"Tidak, Jim. Tapi aku pusing," jawab Yoojin dengan nada lesunya.

Jimin tediam sejenak. "Apa karena kemarin malam, Sayang?" Pria itu menjadi khawatir dengan keadaan Yoojin.

Iya. Kemarin, saat Jimin baru pulang dari luar kota selama tiga hari itu. Dia benar-benar meminta jatahnya pada Yoojin. Dan itu jelas jadi malam yang begitu panjang bagi keduanya. Mulia dari di kamar mandi selama berjam-jam lamanya dan dilanjutkan di kamar mereka sampai pagi menjelang. Melelahkan dan meremukkan bagi Yoojin.

Dan sekarang, wanita itu tengah merasa lelah dengan kepala yang terasa berat. Sementara menanggapi pertanyaan suaminya tadi, Yoojin menggeleng lagi dengan lesu. "Jangan pikirkan soal aku di malam itu," pungkasnya.

"Terus?"

"Tidak tahu, Jim," jeda Yoojin. "Sudah, lanjutkan sarapanmu saja,"

"Apa karena acara dengan ibu, kemarin itu?" Jimin masih menecar. Keadaan istrinya ini harus ia ketahui dengan pasti apa penyebabnya. Apa itu karena dirinya kemarin malam atau karena acara dengan ibunya kemari sore sekalipun.

"Tidak. Lagi pula acara dengan Ibu kemarin hanya banyak duduknya saja. Ya... meski sampai malam sih, selesainya,"

Mengingat kegiatan sore itu dengan ibu mertua beserta kakak iparnya. Rasa iri itu kembali hadir.

Tapi, Yoojin tak mau menjadi sosok yang banyak menyimpan iri hanya karena kebahagiaan orang lain. Mungkin sudah sewajarnya bagi Ailyn mendapat perhatian lebih dari ibu mertuanya. Ailyn 'kan sedang hamil besar. Sedang dirinya ... sudahlah! Kata Jimin, dia tidak boleh memaksakan diri. Nanti sakit sendiri jadinya dan Yoojin mau mendengarkan suaminya dengan baik.

Sungguh. Jika boleh sok tahu. Tekanan memiliki seorang anak setelah menikah itu, ternyata lebih besar rasanya daripada hanya sekadar ditanya "Kapan menikah"

Tapi, entah karena Yoojin yang terlalu sensitif atau memang itu yang sebenarnya tengah dirasakan oleh para pejuang garis dua di belahan bumi manapun saat ini. Bahkan terhadap satu pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu dimasukan hati lantas terpikirkan selama berhari-hari, saja. Seperti "Sudah isi?" itu benar-benar membuat Yoojin jadi kerdil dalam seketika.

"Ya, sudah. Segera selesaikan sarapanmu dan minum obat, lalu istirahat, ya? Kita hari ini flight, Sayang,"

Yoojin hanya mengangguk dengan wajah sendunya. Baru pertama kali ini Yoojin merasakan pusing yang teramat sangat sampai tubuhnya terasa begitu kelelahan. Dia sadar sekali, berdiri di atas heels sampai malam saat acara kemarin memang cukup menyiksa. Betis dan punggungnya sakit bukan main, mungkin juga ini efek dari heels yang ia kenakan kemarin. Menjalar sampai ke kepalanya sekaligus. Belum lagi ditambah dengan suaminya malam itu. Auuuuuh! Melelahkan!

What I Said [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang