31 • Morning Pillow Talk

554 70 0
                                    

🔞🤏🏻
2300 word!

.

.

Saat pagi telah datang. Jimin menjadi orang yang bangun lebih dulu. Kepalanya terasa begitu berat setengah pening. Dia lelah sekali jujur saja, bahkan tak pernah ia merasa selelah ini sebelumnya kendati jadwalnya yang selalu sibuk, memang.

Pemandangan pertama yang ia lihat adalah wajah Yoojin yang masih damai dalam tidurnya. Wanita itu pasti juga banya kelelahan sejak kemarin. Selaian lelah secara fisik, wanita ini jelas kelelahan secara psikis. Jimin menyesal karena sudah banyak mendiami istrinya dan mudah sekali terpancing emosinya seperti kemarin itu.

Jika saja dia tahu apa alasan di balik ucapan Yoojin yang tidak sopan itu. Jimin jelas mati-matian akan lebih membela istrinya ketimbang harus terbawa suasana yang telah diciptakan oleh ibunya sendiri.

Kembali pada Jimin. Ia masih di posisi semula. Melihati Yoojin dengan seksama selagi jemarinya tengah menyingkirkan anak rambut sang istri dengan lembut.

"Jimin sudah bangun, ya?" Lirih Yoojin setelahnya.

Lelaki itu mengulas senyumnya. Ia majukan tubuhnya dan mengecup lama kening Yoojin dengan sayang.

"Baru saja bangun. Bagaimana tidurmu?" Ia menimpali.

"Baik. Mungkin karena aku banyak kelelahan, jadinya nyenyak sekali,"

Ada hening sejenak dari keduanya.

"Aku tidak ke kantor pagi ini,"

"Huh? Kenapa?" Penasaran Yoojin.

"Ayo. Kutemani belanja," celetuk Jimin setelahnya.

"Huh?!" Yoojin menyahut setengah tak percaya. "Tumben? Serius ini?" Lanjutnya.

Jimin terkekeh lirih. "Serius, Sayang,"

Yoojin bangun dari rebahnya. Wajahnya sudah berbinar-binar bahagia sekali terlihatnya. "Tapi belanja apa, ya?" Malah bingungnya setelah itu.

Ya, karena kalian pun sudah tahu jika Yoojin itu tak pernah pergi belanja apapun kecuali mendatangi butik langganan ketika akan ada acara saja. Selebihnya, segalanya sudah diatur oleh Jimin agar jangan sampai Yoojin berkeliaran di luaran sana untuk mengelilingi satu supermarket saja, misal.

"Apapun, Sayang. Kau boleh membeli apapun," timpal Jimin yang kini sudah sedikit mengubah posisinya. Ia menyamping dan menyanggah kepalanya dengan satu tangan, sedang tangan yang lainnya tengah tersampir di antara pinggang sampai ke perutnya.

"Kalau belanja kebutuhan dapur, boleh?"

Jimin terkekeh gemas dengan pertanyaan Yoojin yang disertai dengan wajah polosnya. "Apapun, Yoo. Apapun, Sayang. Seharian ini akan kutemani kau belanja. Mau itu kebutuhan dapur, mau itu sepatu, tas, baju, make up, bahkan perawatan wajah atau rambut di salon. Ayo, aku akan menemanimu,"

Yoojin membuka mulutnya karena bahagia sekali. Lantas ia mengangguk dan segera menerjang suaminya. Dia mengubah posisinya menjadi menindih dada sang suami dan ia pun mendaratkan satu kecupan hangat di bibir lelakinya ini.

"Tapi nanti janji, ya. Tidak boleh mengeluh,"

"Iya, janji. Tidak akan mengeluh sediktipun. Tapi ..." sanggah Jimin namun menggantung.

Yoojin bekerut kening, mencoba menerka-nerka apa kelanjutan kalimat dari suaminya ini. "Tapi?" Lirihnya penasaran.

Dengan gerakan cepat, Jimin sudah mengubah posisinya. Wanita itu sudah ada dalam kungkungannya dengan kedua pergelangan tangan yang ia cengkeram erat.

What I Said [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang