9 • Maaf

753 96 5
                                    

"Jimin-ah," satu seruan mengalihkan betapa riuhnya isi otak Jimin ketika ia hanya bisa terduduk di kursi tunggu sedang istrinya itu masih ditangani oleh dokter di dalam sana.

"Hyung," balasnya pada sosok jangkung dengan jubah putihnya ini. Siapa lagi kalau bukan Namjoon orangnya.

Ya. Laki-laki itu memang berprofesi sebagai dokter. Di rumah sakit ini, dia adalah wakil kepala rumah sakit serta kepala dokter bedah jantung setelah hampir satu tahun kembali ke Korea Selatan. Sebelumnya ia menghabiskan bertahun-tahun lamanya di Jerman dengan profesi yang juga sama.

Awalnya Namjoon memang tak tahu kalau Jimin dan istrinya ada di rumah sakit. Namun siapa sih yang tidak tahu Park Jimin? Kedatangannya saja sudah pasti mengundang banyak perhatian. Maka dari itu, beberapa orang yang tahu hubungan kekeluargaan antara Namjoon dan Jimin, mereka mengabarkan jika Jimin datang membawa istrinya yang kesakitan.

"Kenapa Yoojin?" Tanya Namjoon ikut mendudukkan diri di sisi Jimin.

"Entahlah. Tadi pagi saat kami sarapan dia masih baik-baik saja. Dia masih seperti biasanya. Lalu saat aku meeting, dia mencoba menghubungiku tapi aku tidak menjawabnya. Dan Vincent, dia berkata kalau Yoojin seperti kesakitan. Saat aku pulang, dia sudah merintih. Dari wajahnya, dia seperti sudah tidak tahan dengan sakitnya. Aku--aku juga melihat darah yang mengalir di paha sampai betisnya, Hyung. Tapi entahlah, kenapa lama sekali dia di dalam," tutur Jimin panjang lebar dengan jari jemari bergetar nan dingin.

Sedang Namjoon. Dia hanya diam mendengarkan cerita adiknya. Di antara rasa cemas, ada satu rasa bahagia dan syukur. Setidaknya Jimin mau menceritakan kekhawatirannya dengan panjang lebar kepadanya. Memang, satu pemandangan aneh bagi keduanya. Terlebih jika dari sisi seorang apatis Jimin ini. Jangankan berbicara dengan Namjoon, dengan ayahnya saja dia tidak akan membuka suara jika tidak penting sekali dan darurat sekali.

"Berapa lama dia di dalam?"

"Sepuluh menit yang lalu," jawab Jimin sembari menghentak-hentak kecil telapak kakinya karena khawatir.

"Kau memang belum tahu bagaimana keadaan istrimu. Tapi, kumohon, tenanglah. Doakan yang terbaik untuk istrimu, ya?!" Ujar Namjoon lantas Jimin mengangguk kepala. "Tetap di sini. Aku akan masuk untuk melihatnya,"

"Ikut," celetuk Jimin mengikuti tubuh kakaknya yang sudah berdiri dari duduknya ini.

"Kau memang Tuan Park. Tapi kau tidak boleh ikut masuk. Mengerti kau?!" Timpal Namjoon lalu meninggalkan Jimin setelah menepuk pelan pundak adiknya ini.

**************

"Apa ada yang salah dengan Yoojin?" Segera tanya Namjoon saat dia sudah masuk ke dalam ruang periksa itu.

Beberapa dokter tak langsung menjawab. Bahkan kepala dokter bagian kandungan pun tak langsung menjawab. Agaknya sosok Namjoon memang orang yang cukup ditakuti pada tiap pertanyaan yang mengudara.

"Sepertinya Nyonya Park tidak tahu kalau sedang hamil, Dok. Dia keguguran dan janinnya sudah hancur," begitulah jawaban yang mengudara.

Namjoon sempat mengernyit kening untuk beberapa detik lamanya. "Berapa usianya?" Lanjut tanyanya.

"Sudah 6 minggu, Dok,"

Seketika saja Namjoon menutup matanya singkat dan menggelengkan kepala singkat juga. "Lalu?"

"Kami akan melakukan kuretase dan membersihkan sisa darah di rahim pasien,"

"Baiklah. Lakukan yang terbaik. Aku percaya pada kalian. Sementara aku akan mencoba menjelaskan pada adikku," ujar Namjoon dan segera beralih keluar ruang.

What I Said [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang