4 • Karena Istriku

1.1K 134 7
                                    

Meski hatinya sedang dongkol pada Jimin. Yoojin tetap menyiapkan keperluan mereka untuk acara makan malam dengan orang tua suaminya.

Yoojin sendiri tidak terlalu yakin kalau Jimin akan pulang cepat malam ini. Paling-paling juga akan pulang terlambat dan berangkat terlambat juga menuju rumah orang tuanya.

Lagi pula, siapa yang peduli Jimin akan pulang cepat atau terlambat? Juga, siapa yang peduli jika laki-laki itu akan diseret oleh Ibunya sendiri jika benar-benar tidak datang? Yoojin masih jengkel dengan kejadian sekretaris perempuan sialan tadi siang. Jantungnya selalu saja meradang acap kali dia ingat dengan setelan kerja yang dipakai. Rok yang sedikit lebih pendek dari lekuk pantat yang super ketat dan atasan tanpa lengan yang dua kancing teratasnya tidak dikancingkan. Heran! Itu kantor dari sebuah perusahaan ritel, bukan lagi gedung prostitusi bertingkat.

"Aku pulang." Seruan itu mengudara memecah keheningan rumah tepat ketika jarum jam menunjuk pada pukul enam sore.

Yoojin yang sedang duduk dan membaca seketika terlonjak dan mencari jam dinding. Benar, baru jam enam sore.

"Pasti dia takut diseret ibunya," lirih Yoojin tak merespon seruan Jimin.

"Yoo... Yoojin-ah ... Yoojin-ah,"

"Apa panggil-panggil?" Sinis Yoojin, berdiri di depan pintu ruang baca dengan satu buku dalam dekapannya.

"Kau marah?" Tanya Jimin mendekati istrinya.

"Kau pikir?!" Sewot Yoojin.

"Astaga! Kau masih marah karena sekretaris pengganti tadi?"

"Menurutmu?!"

"Kau cemburu?"

"Cabut saja nyawa laki-laki ini, Tuhan. Aku lelah berdebat!" Cicit Yoojin benar-benar kesal.

"Ya! Kau benar-benar ingin jadi janda muda, ya?"

"Asal kau mewariskan semua kekayaanmu kepadaku saja," tukas Yoojin kembali masuk ke dalam ruang baca guna meletakkan buku yang ia baca di atas meja dan segera keluar guna menghampiri Jimin.

Sedang Jimin. Laki-laki itu hanya diam, tak percaya dengan jawaban istrinya ini. Dia sadar jika kemampuannya berdebat dengan Yoojin itu tidak ada apa-apanya. Kadang Jimin sampai geleng-geleng kepala karena heran.

"Kau... sudah menyiapkan pakaian untuk makan malam, 'kan?" Tanya Jimin setengah ragu saat istrinya itu sudah keluar dari ruang baca.

"Sudah, suamiku!" Jawab Yoojin mantap sekali. "Cepat bersihkan tubuhmu dan bersiap," lanjutnya.

"Kau? Kau sendiri kenapa belum bersiap sedari tadi? Pasti dandamu saja lama,"

"Karena aku tidak yakin kalau kau akan pulang cepat, jadi aku bersantai dulu. Eh, ternyata kau takut juga diseret oleh Ibumu," timpal Yoojin, acuh. Ia segera masuk ke kamar mereka.

"Jangan marah, hm? Dia hanya sekretaris pengganti saja. Percayalah," cicit Jimin, tiba-tiba memeluk tubuh ramping Yoojin dari belakang sembari terus berjalan dengan sedikit kesusahan.

Tiba-tiba saja Yoojin terjingkat. Dia cukup terkejut dengan pelukan Jimin yang tiba-tiba ini.

"Kau benar-benar berpotensi membuatku jantungan, Park!" Protes Yoojin. Menepuk kecil punggung tangan suaminya.

"Kenapa? Karena pelukkanku yang hangat ini?" Tanya Jimin menahan langkah kaki istrinya.

"Demi Tuhan. Kenapa dulu aku jadi wanita yang sangat polos? Aku jadi tidak bisa memamerkan kalau ada peluk hangat lain selain pelukkanmu!"

Jimin terkikik dengan penuturan istrinya pun dengan Yoojin sendiri. Dia juga ikut tertawa geli nan malu.

"Sudah! Lepaskan! Mandimu saja pasti satu jam lamanya, belum pakai baju dan lain-lainnya. Kita bisa terlambat!" Lanjut Yoojin setengah menggerutu.

What I Said [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang