35 • Wine; Baby [M]

1.1K 91 17
                                    


Sudah berbulan-bulan lamanya setelah kejadian sore di rumah Ibu mertuanya. Setelahnya, segalanya kembali menjadi biasa saja, seperti semula. Jimin kembali dengan rutinitasnya pun dengan Yoojin. Tapi jujur saja, ada satu hal yang membuat Yoojin belakangan ini kembali bersedih. Ailyn akan segera melahirkan untuk beberapa bulan kedepan, dan persis di tanggal 20 bulan depan adalah ulang tahunnya yang ke 25. Sumber kesedihannya tetap sama. Tekanan memiliki seorang anak.

Ia hanya berpikir bahwa tujuan menikah adalah memiliki keturunan, selain mengurangi jenis tumpukan dosa saat sedang gelap mata dengan pasangan.

Tiap bulan, dia selalu mengeceknya tanpa sepengetahuan Jimin. Dia sering terlambat dua sampai tiga minggu, memang. Tapi hasilnya selalu garis satu dan tak lama setelahnya dia akan mengalami menstruasi lagi. Kecewa sekali memang dan ditambah sakit hati juga, lingkunganya semakin menyudutkannya soal hamil.

Dia hanya tak menyangka saja, jika tekanannya akan terasa seberat ini. Dan salahnya lagi, belakangan ini dia tak lagi menceritakan kegelisahannya pada Jimin soal memiliki anak. Setidaknya Yoojin tahu kalau suaminya itu sedang banyak sekali pekerjaan. Tapi, sekarang ini Yoojin mulai putus asa. Dia merasa kerdil dan sendiri hanya soal memiliki seorang anak.

Yoojin menghela napas panjangnya dengan hasil satu garis pada testpeck di tangan kirinya itu. Lantas ia mengerjab beberapa detik dan segera menyadarkan kegelisahannya dengan menjadikannya sebagai hal biasa. Ia segera membungkus benda tipis kecil itu dengan tisu dan membuangnya di tempat sampah seperti biasanya.

Sore itu, ia tak memiliki pekerjaan. Dia juga tidak sedang ingin membaca buku-bukunya. Dia hanya akan menunggu Jimin pulang bekerja pukul tujuh malam nanti dan menyiapkan makan malam suaminya saja. Selebihnya, dia akan menonton acara televisi. Selain tak ada kerjaan, mungkin siaran televisi bisa mengalihkan isi otaknya yang gelisah ini.

"Nona. Tuan Park, pulang," Bibi yang berkata.

"Hah, tumben?" Heran Yoojin. Ia yang tak mendengar ada deru mesin mobil atau memang dirinya saja yang terlalu fokus pada acara di televisi atau... atau memang karena otaknya yang kurang fokus saja saat ini. Entahlah... huft...!

Yoojin segera bangkit dari duduknya. Meletakkan bantal sofa dan mematikan siaran TV. Ia berjalan menuju ruang tamu guna menyambut suaminya. Tapi sebelum itu, Yoojin sempat lirik ke arah jam dinding yang menggantung di dinding. Baru pukul 3 sore. Tumben?

Benar saja yang akan disambut kedatangannya tengah berjalan pelan dengan wajah sendu.

"Kenapa?" Herannya lagi saat Jimin tiba-tiba menyandarkan tubuh pada tubuhnya. Jimin meletakkan keningnya pada pundak sang istri.

"Tidak apa-apa," jawab Jimin tidak terlalu jelas karena bibirnya sedang mengerucut dari balik ceruk leher sang istri.

"Ih! Maksudnya tidak apa-apa ini apa, sih?"

Jimin tak menjawab.

"Jim, kenapa? Ada masalah? Ooo..!!! Kau... kau sakit?!" Pekik heboh itu seketika mengudara bersamaan dengan didorongnya tubuh Jimin dengan pelan.

Sontak Yoojin meraba kening suaminya. Tidak tuh! Normal-normal saja!

"Kenapa sih, Jim?!" Yoojin mulai kesal.

"Aku hanya lelah, istriku. Aku ingin istirahat sekarang,"

"Tumben?"

What I Said [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang