26 • Ahn Yoongi

445 73 2
                                    

Jimin dan Yoojin turun dari lantai atas saat jarum jam sudah menunjuk di angka 10. Itu jelas akan jadi sarapan yang telat untuk keduanya. Dan jelas saja, bahkan di ruang makan sudah tak ada siapa-siapa. Yoongi entah kemana dan Ayahnya juga tak terlihat di rumah.

Hanya ada Imo-nim yang kebetulan lewat di sekitaran dapur sehingga wanita itu menghentikan pekerjaannya dan beralih menyiapkan sarapan untuk kedua majikannya itu.

"Maaf ya, Imo-nim. Kau jadi bekerja dua kali karena kami," ujar Yoojin saat Imo-nim tengah menyiapkan sarapan.

"Bicara apa kau ini, Nona Yoo. Tidak masalah," jawabi Imo-nim.

Keduanya memang biasa berbicara dengan santai mengingat Imo-nim sudah bekerja di rumah ini seja Yoojin masih bayi merah sampai akhirnya harus berpisah karena Yoojin yang harus ikut dengan Jimin setelah menikah.

"Kemana Ayah dan Yoongi Oppa,"

"Tuan Besar sedang ke ladang tak jauh dari sini. Dan Tuan Muda sepertinya ada di dalam kamarnya,"

"Ayah sudah sarapan dan minum vitaminnya, 'kan? Oppa juga, apa dia sudah sarapan?" sambung Yoojin bertanya.

"Hanya Tuan Muda saja yang belum, Nona. Katanya nanti dulu," jawabi Imo-nim.

Yoojin mengangguk saja sebagai jawabannya. Memang seperti itu Yoongi itu. Makan seingatnya dan selalu menghabiskan waktunya untuk menggarap pekerjaannya saja.

Setelah selesai menyiapkan sarapannya dengan sang suami. Imo-nim segera berlalu untuk melanjutkan pekerjaannya yang lain.

"Jangan khawatir. Imo-nim pasti memasaknya sesuai dengan kemauanmu, Jim," ujar Yoojin saat sang suami masih termenung melihat ke arah banyaknya menu sarapannya pagi itu.

Ya, benar sekali. Sejujurnya Jimin tengah sedikit tak yakin untuk segera menyantap sarapannya ini kendati perutnya sudah kelaparan. Tapi, kala Yoojin berucap untuk tidak khawatir. Jimin percaya saja. Setelahnya ia segera menyuap sarapannya tanpa berpikir panjang lgi.

"Tadi pagi Vincent menelpon," gumam Yoojin.

"Ada apa? Kenapa tidak membangunkanku, Yoo?"

"Sudah kubangunkan, Jim. Tapi kau tidak mau membuka mata. Jadinya aku yang mengangkat,"

"Apa katanya?" Jimin penasaran.

"Kau ada pertemuan dengan Menteri Pariwisata dan Perdagangan nanti siang,"

"Aku akan meminta Vincent untuk menghadiri--"

"Jangan dibiasakan absen saat ada pertemuan penting!" Yoojin memotong begitu saja.

Jimin terdiam. Padahal, inginnya dia itu masih tetap di sini untuk menemani Yoojin. Tapi, lihatlah Yoojin.

"Kau akan naik pesawat dan aku sudah meminta Vincent untuk menjemputmu ke bandara,"

"Kau? Kau tidak pulang begitu?" Tanya Jimin dengan lirihnya. Sedang Yoojin menghentikan mengunyah makanannya dengan perlahan. Lantas ia menggeleng samar.

"Yoo--" belum tuntas ucapan Jimin. Yoongi datang dari arah kamar tidurnya yang jelas.

"Yoojin jangan pulang dulu! Ada banyak hal yang harus kita bicarakan berdua saja!" Potong Yoongi tanpa babibu. "Dan kau, Jim. Kau ada pertemuan, bukan? Pergilah, istrimu aman bersamaku," sambungnya sekaligus memberi titah pada kedua adiknya itu. Setelahnya, Yoongi kembali berbalik arah menuju kamarnya. Mungkin pekerjaan lelaki itu belum selesai.

Suasana di ruang makan itu mendadak menjadi senyap. Jimin hampir saja melupakan jika kakak iparnya itu akan banyak berbicara dengan sang istri setelah ini. Jadi, mau tak mau, dia harus mengiyakan titah sang kakak ipar.

What I Said [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang