10 • Cinta; Saling Menguatkan

827 98 14
                                    

Dua hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Yoojin sudah diperbolehkan untuk pulang dengan catatan setiap dua minggu sekali ia harus kontrol ke rumah sakit sampai benar-benar dinyatakan sehat oleh tim dokter.

Sore ini Jimin membawa istrinya pulang ke rumah. Jujur saja, Jimin rindu dengan suasana rumahnya dan mungkin Yoojin aka lebih nyaman ketika di rumah.

"Masih sakit?" Tanya Jimin sembari membantu istrinya untuk merebah di atas ranjang.

"Sedikit. Tapi tidak apa-apa," lantas Jimin mengangguk, lalu ia memgambil satu kecupan di kening Yoojin.

"Yoo?" Serunya menggantung lantas Yoojin menyahut lirih "Hm?" Ada hening sejenak di antara keduanya. Maka, setelah embuskan napas beratnya, Jimin melanjutkan kalimatnya. "Aku sadar, semua ini adalah salahku. Tapi..." kembali menggantung ucapan Jimin. Rasanya berat sekali untuk menuntaskan kalimatnya. "Tapi kumohon jangan terus bersedih." Oh, bagaimana bisa istrinya ini tidak bersedih? Tapi hanya kalimat itu yang bisa Jimin katakan pada istrinya ini.

"Aku jelek ya, karena terus menangis?" Tanya Yoojin lantas Jimin mengangguk.

"Aku tidak tahu bagaimana bentuk hati dan jantungmu ketika bersedih. Tapi melihat matamu masih bengkak, hidungmu merah, wajahmu sembab.... Tuhaaaan, rasanya aku ingin menceburkan diri ke dasar lautan saja,"

Melihat betapa frustasinya sang suami, Yoojin ulas senyumnya tipis. "Sebersalah itu kau kepadaku?" Jimin kembali mengangguk. "Sini. Peluk," lanjut Yoojin sudah merentangkan kedua tangannya. Dan, dengan sendirinya Jimin membalas. Ia peluk tubuh istrinya sembari setengah beringsut pada ceruk leher sang istri.

Keduanya sudah merenggang namun Jimin masih memegangi sebelah wajah Yoojin, mengusap lembut pipi merah Yoojin dengan ibu jarinya.

"Tapi beri aku sedikit lagi waktu untuk menangis ya, Jim. Biasakan dirimu jika aku menangis,"

"Tentu. Kau boleh menangis sampai sepuasmu. Tapi jangan lama-lama. Sakit, Yoo,"

Yoojin mengangguk pelan. "Iya. Aku tahu."

"Istirahatlah," titah Jimin. Kembali ia kecup kening Yoojin. Namun kini turun pada kedua pelupuk mata, hidung, kedua pipi dan berakhir mengecup dalam labium Yoojin penuh kasih.

Sebelum Jimin pergi keluar kamar, Yoojin sempat menahannya sehingga ia kembali mendudukkan dirinya di tepian ranjang. "Kau akan kemana?" Tiba-tiba tanya Yoojin.

"Aku akan merapikan barang-barang dari rumah sakit tadi," jawab Jimin.

"Jangan. Kau juga butuh istirahat," ada jeda sejenak dari Yoojin. "Kau pasti tidak pernah makan belakangan ini? Kau terlihat sedikit kurus,"

"Kata siapa aku tidak makan? Calon kakak ipar selalu membawakanku makanan dan aku makan saat kau tidur," jawabnya. Padahal bohong sekali. Memang, calon kakak iparnya selalu membawakannya makanan yang dititipkan pada Namjoon. Tapi Jimin hanya memakannya tak lebih dari dua suapan saja. Setiap kali ia akan menikmati makannya, dia selalu teringat tangisan istrinya lantas tiba-tiba saja, sudut hatinya terasa nyeri dan nafsu untuk makan itu mendadak hilang.

"Jangan khawatir, jangan pikirkan aku. Aku baik-baik saja dan aku akan semakin baik ketika kau juga baik-baik saja," lanjut ucapnya.

"Baiklah," balas Yoojin.

"Segera istirahat," titah Jimin, terjeda. "Setelah merapikan barang-barang, aku di ruang kerja, hm? Jika butuh sesuatu kau bisa menelponku, jangan keluar kamar." Kembali titah Jimin dan Yoojin mengangguk sebagai bentuk setujunya.

What I Said [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang