43 • Kesayangan Mama-Papa

562 72 4
                                    

HANYA DIPUBLISH SAMPAI BAB INI SAJA.
MUNGKIN.. MUNGKIN AKAN DILANJUT PUBLISH SISANYA, TAPI TIDAK TAHU KAPAN.
KARENA JUJUR SAJA, FEELNYA SUDAH TIDAK DAPAT DI CERITA INI.

.

.

.

.

Saat langit makin menggelap. Jimin memutuskan untuk mengajak istrinya pulang. Selain karena hari makin malam, udara dingin juga makin menusuk. Ia bahkan sampai meyampirkan mantel miliknya pada Yoojin karena beberapa kali Jimin mendapati Yoojin yang bergidik kedinginan.

Tapi, tak melulu berjalan mulus. Wanita itu sempat merengek dan akhirnya malah terjadi salah paham karena Jimin yang seolah merasa jengkel dengan rengekan Yoojin. Padahal sama sekali tidak begitu.

Jadinya, keduanya hanya banyak diam kala perjalanan dari taman kota menuju homestay. Termasuk tetap diam ketika kendaraan besi itu sudah teparkir di depan rumah sewa keduanya. Yoojin turun dari dalam mobil tanpa menghiraukan suaminya.

Dia sudah ada di dalam kamar mereka. Ia melepas mantel milik Jimin yang mulanya tersamir di pudaknya termasuk melepas mantel yang ia kenakan sendiri.

Saat dia akan mengambil pakaian ganti. Dia merasa ada yang salah dengan tubuhnya. Keringat dingin mulai bermunculan dan rasa purutnya mulai terasa tidak enak.

Rasanya sudah ingin sekali muntah dan makin bergejolak tiap kali dia menahannnya. Yoojin membekap mulutnya dan berjalan cepat ke arah kamar mandi. Dia bahkan sampai menubruk tubuh Jimin karena sudah tak tahan lagi dengan rasa di tubuhnya.

Sedang Jimin yang mengekori istrinya dengan cepat untuk masuk ke dalam rumah setelah membawa beberapa tas belanjaan berisi souvenir dan sepatu mungil yang akan ia tunjukkan pada Yoojin setelah ini. Lelaki itu jelas saja panik bukan main.

"Yoo?" panik Jimin ikut mengekori istrinya masuk ke dalam kamar mandi.

Di dalam kamar mandi, wanita itu tengah menelungkupkan jawahnya di depan closet. Semua isi perutnya keluar dengan sempurna.

Jimin tak banyak berkata. Dia tengah membantu Yoojin untuk memegangi surai panjang hitam yang jatuh menggantung itu. Ia mengumpulkannya menjadi satu ke arah belakang dan membantu menekan tombol air saat istrinya telah memuntahkan isi perutnya.

Dalam diamnya Jimin. Jangan ditanya lagi. Lelaki itu sudah panik dan khawatir bukan main. Tapi, dia harus jadi pihak yang paling tenang saat ini. Tidak mungkin bagi dirinya untuk ikut-ikutan panik dan bereaksi heboh dalam keadaan semacam ini. Itu jelas tidak baik.

Sedang Yoojin. Tubuhnya sudah lemas bukan main. Dia sampai gemetaran jadinya.

"Ba--bantu aku, Jim," lirihnya nan terbata karena gemetaran.

Dengan sigap, Jimin membantu tubuh setengah lemas Yoojin untuk berdiri lantas wanita itu segera menuju ke arah wastafel untuk membasuh mulut dan wajahnya.

Saat usai, buru-buru Jimin memeluk wanita itu dengan erat. Sedang Yoojin sendiri, dia sudah sepenuhnya menyandarkan tubuhnya pada Jimin.

Tak pernah dia merasakan muntah yang sampai seperti itu rasanya sebelum ini.

"Are you okay, Baby?" lirih Jimin mendekap erat tubuh Yoojin tanpa melupakan calon anak mereka dalam perut istrinya.

Yoojin tak sanggup lagi menjawab namun wanita itu malah terisak. Dia sendiri sedikit bingung dengan kejadian baru saja. Apa itu efek dari kehamilan atau dirinya yang sakit. Karena saat dia melakukan pemeriksaan waktu itu. Dokter sama sekali tak menyinggung perihal morning sickness lebih banyak.

What I Said [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang