Kedatangan Jimin ke tempat pertemuan jelas mengundang banyak perhatian. Bagaimana tidak. Sebagai pengusaha muda terkaya nomor empat di Korea Selatan ini. Dia bak seorang pemeran utama dam sebuah judul film.Wajahnya yang tampan dengan tampilan yang serba wah dan mewah tentunya. Bahkan untuk orang-orang dari kalangan pemerintahan pun, sampai ikut tunduk dan mengekori setiap sepak terjang dari bisnis yang tengah Jimin bangun dan kembangkan. Karena memang semenjanjikan itu sumbangsih Jimin untuk pendapatan negara.
Seperti biasanya. Dia dan Vincent mendapat sambutan paling istimewah dari yang lainnya. Dia mendapat tempat duduk di bagian paling depan berdampingan dengan jajaran para Menteri-Menteri yang lainnya.
Itu sudah menjadi hal biasa, memang. Tak semua orang mau bersikap adil. Selalu saja ada pihak yang pilih kasih. Tapi, itu bukan lagi urusan Jimin. Karena dia tak akan melakukan hal menggelikan semacam itu.
Jika memang seharusnya tidak perlu mendapat perlakuan istimewah kendati itu adalah orang terpandang dengan segela kontribusi yang telah ia berikan. Maka, Jimin tidak akan melakukannya. Buang-buang waktu saja!
Kembali pada Jimin dan pertemuan setengah membosankan baginya kali ini. Dia hanya terlihat antusias tapi sejatinya dia malas sekali.
Seperti yang telah Vincent ucapkan tadi, saat di dalam mobil. Waktu satu setengah jam itu bejalan dengan tak terasa kendati membosankan sekali rasanya.
Rasanya akan lebih baik jika dihabiskan oleh Jimin dengan tumpukan berkas atau berpanas-panasan guna meninjau pekerjaan di lapangan saja.
Saat tengah memasuki waktu jeda sejenak. Sebelum lanjut ke pembahasan lainnya. Jimin segera mundur dan digantikan oleh stafnya yang lain.
Bertepatan dengan itu, ia berpapasan dengan Ibunya. Mungkin wanita itu dari kamar mandi.
"Ibu?" Sapa Jimin lebih dulu.
"Oh, Jim!" Sahuti Jieun.
Jimin mendekat dan memeluk singkat Ibunya sedang Jieun juga memberi beberapa kali usapan di punggung sang anak.
"Hampir saja Ibu lupa. Kau pasti akan diundang untuk pertemuan ini," ucap Jieun terjeda. "Dengan Yoojin?" Sambungnya.
"Tidak. Hanya dengan Vincent," jawabi Jimin terjeda juga. "Ayah di dalam juga?" Sambungnya.
Jieun mengangguk sebagai jawabannya. "Kemana Yoojin? Tumben tidak ikut?" Tanyanya setelahnya.
Jimin tak langsung menjawab. Jika boleh jujur, di balik sikapnya yang biasa saja ini. Dalam hatinya dia mendadak ingat dengan kejadian malam pesta pernikhan Namjoon kendati itu sudah terlewat selama beberapa hari lamanya.
"Dia pulang ke rumah Ayah. Waktunya untuk menjenguk Ayah, katanya," jawab Jimin begitu saja.
"Tumben kau tidak mengantarkannya? Apa Besanku baik-baik saja, keadaannya?" Sedikit heran Jieun.
"Ayah baik. Aku sempat ikut pulang dan ini juga baru saja dari sana,"
Jieun mengangguk. "Oh iya, Jim. Ibu tahu jika istrimu itu memang sedikit frontal saat berbicara. Tapi, bisakah kau untuk sedikit menegur atau menasehati istrimu saat berbicara denganku?" Wanita itu berucap seolah tengah menabuh genderang perang dengan anak dan menantunya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
What I Said [M]
Fanfiction❗UNFINISH❗ MARRIAGE LIFE 📍 Park Jimin itu pria apatis, sedang Ahn Yoojin itu wanita frontal. Lalu mereka disatukan 🚀 ~ Bukan cerita yang berat. Yang ringan-ringan aja, banyak ngelawaknya dan masih belum tahu benang merahnya 😪 ⓒ Sall - Des 2020