00. Prologue

203 14 0
                                    

....

"Ketua, apa anda akan langsung ke Jepang?" sosok yang di maksud tidak terlalu mendengarkan ucapan orang yang bertanya padanya. Dia sedang sibuk memilih pakaian untuk di gunakan hari ini.

"Sepertinya, saya akan ke Thailand terlebih dahulu."

"Tapi Mr. Yokoyama sangat ingin bertemu anda."

Sang ketua mengerutkan dahinya sembari berjalan kepada si lawan bicara. Merentangkan kedua tangannya dan orang di hadapannya saat ini langsung memakaikannya jas berwarna gelap yang sedari tadi dirinya pegang.

"Kau belum mendapat kabar memangnya?"

"Huh?"

Drrttt ...

Drrtt ...

Drrt ...

Hazel coklatnya langsung melirik singkat kepada sumber suara, ia hanya menjentikkan jarinya sambungan telepon langsung terhubung.

"Kau di mana?"

"Masih di rumah."

"Rumah mana, rumah kau banyak sialan!"

"US."

"Oh ... Tadi Mr. Jhony berkata kau harus segera ke Thailand karena—"

"Saya tahu! Kedua agen bayaran dari Jepang sedang di sana dan Saya harus membantunnya bukan?"

"Ya benar, berhati-hatilah ...."

"Umm."

Pip!

Sang ketua hanya menatap orang di sisinya dengan sebuah isyarat mimik muka 'dengarkan?'.

Panggilan telepon sebelumnya sudah tidak bisa di sanggah kembali, dia harus mengatur pertemuan baru sesegera mungkin.

Atasannya itu saat ini berjalan mendekati meja kerjanya, menatap layar PC-nya di mana menampilkan foto sosok wanita dengan beberapa data di sekitarnya. "Saya penasaran dengan dia, entah kenapa," gumamnya.

Ia melirik ponsel di tangannya kembali, mencari kontak seseorang yang akhir-akhir ini menghubunginya. Awal pertemuan mereka bedua cukup aneh, sosok tersebut seperti sudah mengenali dirinya sejak lama. Kenyataannya, ia baru bertemu dengannya di usia 25 tahun. saat tahun lalu tepat di ulang tahun dirinya.

Kaki jenjangnya mulai melangkah dengan jari tetap bergulir pada layar Ipad. Tiba-tiba detak jantungnya mengalami kejutan ringan, napasnya tercekat dan sedikit membuka bibirnya karena terkejut.

"A-apa? Benarkah orang yang saya temui sebelumnya itu— ah. Lupakan!" gumaman sang ketua di dengar oleh orang yang berada satu meter di belakangnya. 

"Pra-sangka ketua benar, dia seperti yang anda pikirkan saat ini."

"Benarkah?"

"Hm, maka dari itu isu tentangnya sangat sulit di ungkap."

"Ah! Saya mengerti ...." Sang Ketua langsung naik ke dalam mobilnya di kursi belakang.

Bandara adalah tempat yang dia tuju saat ini, ponselnya masih pada kontak yang ingin ia hubungi. Tapi ia ragu!

"Arghhh!" erangnya.

Semenjak dirinya mengalami koma selama 1 tahun lamanya, kepalanya terkadang sering nyeri tiba-tiba. Kilasan seperti sebuah film yang berjalan mundur selalu muncul ketika rasa nyerinya kambuh. Ia pun tak mengerti pada apa yang ia lihat di ingatannya itu.

"Ketua, apa anda merindukan tempat lahir anda?"

Objek yang di tanya sedikit tersinggung dengan pernyataan orang di kursi penumpang tepat di sisi pengemudi. "Apa urusan anda?"

"Kenapa sifat tempramen ketua masih belum berubah? Sedangkan kekasaran ketua tiap harinya berkurang."

"Saya tidak peduli! Ketika saya tidak di sini jangan buat masalah."

"Baik ketua, tapi perlu di koreksi. Saya selama 21 tahun bersama ketua tidak pernah membuat masalah."

"Beringsik."

Mobilnya sudah masuk ke area bandara, hari ini rupanya cukup padat. Orang-orang selalu melakukan perjalanan bisnis menggunakan pesawat pada hari senin.

Keputusannya ia memencet nomer di ponsel yang dari tadi sangat ragu untuk dihubunginya. Sedikit menarik napasnya perlahan, lalu suara orang di sebrang terdengar di pendengarannya.

"Hello!"

"Hello Mr. Ten ...."

....

Grief: The Kinds of Love - [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang