05. Admit

43 10 2
                                    

Rasa atau perasaan membuat terkadang manusia tidak berpikir logis dengan segala tindakannya - Dr

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rasa atau perasaan membuat terkadang manusia tidak berpikir logis dengan segala tindakannya - Dr. Gulf

....

Saya benar-benar memohon pada anda.

"Ketua!"

"Ketua!"

"Ketua Tine!!!"

"H-hahh." Tine menatap bawahannya dengan raut wajah terkejut. "Hm, kenapa?"

Haruto menghela napas melihat sikap dari ketuanya tersebut. Ia berbicara sebelumnya tak di dengarkan sama sekali. "Kapan ketua akan ke Jepang?"

"Oh itu. Nanti saya informasikan kembali, cepat selesaikan pencarian data di Thailand lalu ikut bersama saya ke Jepang."

"Baik ketua."

Tine melihat daerah tempat mobil ini sedang berjalan, kepalanya mengarah ke sisi kaca mobil itu. "Em, Haruto turunkan saya di sana!"

"Uh?"

Mobil langsung menepi sesuai perintah atasannya, Haruto menatap bingung ke arah sosok di sisinya yang sedang mengambil beberapa barang di kursi belakang lalu melepas sabuk pengamannya. "Laporkan segalanya tentang hari ini, saya ada urusan."

"B-baik ketua," balasnya memerhatikan sang ketua keluar dari mobilnya.

Tine mampir ke sebuah toko buah di pinggir jalan, meminta kepada si penjual untuk satu paket buah keranjang. Ia saat ini sedang membawanya di tangan kiri, berjalan ke suatu tempat yang tak jauh dari toko itu.

Masuk ke salah satu gedung, sebelumnya tempat ini begitu hancur dan berantakan. Namun sekarang kondisinya benar-benar sudah di rapihkan. Ace Group benar-benar ada di level berbeda dari mafia lainnya.

Di jarak satu meternya, ia mengetahui itu adalah pintu seorang dokter yang sebelumnya memohon padanya. "Apa saya harus mampir?" gumamnya.

Hasilnya, dia melewati ruangan tersebut dan masuk ke sebuah lorong yang hanya terdapat satu pintu ruangan dengan dinding di penuhi lukisan abstrak.

Cklekk!

Tanpa mengetuk, Tine masuk ke dalam ruangan tersebut. Melihat pemandangan yang tak bosan selalu mengeluarkan air di matanya. "Apa kau tidak lelah menangis terus?" celetuknya.

Sang pasien, Arthit tidak memedulikannya. Hanya melirik sekilas lalu memandangi langit biru dari balik kaca jendela.

"Apa anda tuli, orang yang lebih dewasa sedang berbicara dengan anda dan balasan yang di dapatkan hanya sebuah keheningan. Apa itu sopan?"

"Sudah selesai berbicaranya?" tanya Arthitt dengan cepat.

"Huh?"

"Jika sudah, keluarlah!" titah Arthit pandangan masih setia memandang ke luar.

Grief: The Kinds of Love - [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang