Aku tidak peduli jika memang harus terlihat jahat di mata dunia. Aku hanya peduli menjadi sosok yang baik di mata orang yang sudah mempercayaiku dalam keadaan apapu. Aku menghormatinya!
....
Keganjilan di markas besar CIA membuat Tiffany selaku personal assistant merasa gelisah di setiap waktunya.
Dia yang di tugaskan menjadi pusat informasi selama Tine Siriporn pergi selalu amanah dengan perintah sosok pria yang lebih muda meski sangat dihormatinya.
Suasana selalu terasa berbeda seperti biasanya. Bau bangkai dari sebuah pengkhianatan sangat menyengat ke lubang hidung manusia.
Tiffany sesekali mengigit ujung kukunya, dia gelisah tapi dia tidak bisa bertindak leluasa. Ingin rasanya mengabari sosok adik yang tumbuh besar dengan dirinya tersebut.
Tapi belum lama ini dia menangkap sesuatu yang janggal tapi terbungkus dengan rapih. Smartphone yang Tiffany gunakan di sadap entah bagaimana si tersangka melakukannya.
Itu bukan hal susah harusnya, dia dapat membuang lalu menetralkan kembali smartphone miliknya.
"Ketua ... Maaf aku harus bertindak sebelum perintah darimu," gumamnya dengan nada bersedih.
Kaki jenjangnya mulai mengitari ruangan yang beberapa hari ini dia pakai. Ruangan Tine Siriporn yang entah kenapa oleh Mark salah satu teman Tine di buat seperti ruangan brankas.
Dimana dindingnya tahan dengan api dan guncangan apapun. Pintu menggunakan double locked agar tidak sembarang masuk orang. Terlihat berlebihan untuk tingkat posesif Mark.
Tapi dalam momen ini, Tiffany harus berterima kasih pada sosok tersebut. Dia merasa sangat aman—pikirnya. Padahal?
Sudahlah ... Tiffany sedang fokus menyimpan data-data penting tepat pada bawah meja Tine Siriporn sering pakai. Tak sengaja salah satu map biru terjatuh, Tiffany mengerutkan dahi dengan sedikit mengumpat.
Saat tangan cantiknya mengambil dia melihat sesuatu yang sangat penting untuk di infokan pada Tine Siriporn.
"A-apa ini?"
Cklek!
Deg!
Jantung Tiffany bergetar tak karuan. Ruangan ini masih tidak aman meski dengan segala kecanggihan yang ada. Tiffany baru mengingatnya bahwa dia sedang dalam lingkaran orang-orang cerdas. Pintu seperti ini akan dengan mudah mereka buka.
Sosok di depannya tersenyum mengejek dengan mengulurkan tangan. Tiffany hanya diam di tempat sembari melihat jari yang memberi daya tarik untuk mendekat.
"Kemarilah, ikut denganku atau kau akan menyesal nantinya!"
....
Beberapa hari kemudian - Highlight Chapter 17. Before the War
Tine merasa saat ini dia sedang berperang kepintaran satu sama lain dengan musuh. Ini sulit dan gila, pikirnya. Jika sebuah rival berperang dengan fisik menghasilkan kehilangan nyawa di antara keduanya tapi ini tidak. Siapapun yang kalah dia akan merasa tertekan seumur hidup dan berakhir menyakiti diri sendiri karena tekanan depresi yang di dapat.
Hal itu membuat si pemenang terlihat bahagia, musuhnya tanpa harus di sentuh tapi perlahan merasakan kesakitan setiap harinya. Lagi, si pemenang tanpa harus terluka untuk melukai lawannya.
Sunggu gila, bukan!
Tine yang merasakan hal itu pun cukup mengedipkan matanya berkali-kali, setidaknya dia harus percaya pada kedua timnya yang selalu membantu dia setiap misi yang di jalankan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grief: The Kinds of Love - [END]
Ciencia Ficción[Bagian 2 The Love Universe] - Highest rank 4 #sciencefantasy on March'7th 2023. Arthit, seorang pria yang diasuh oleh orangtua angkat sebelum bertemu dengan sosok pria dewasa yang sangat dihormati olehnya yaitu 'Ayah Ten'. Mencoba bahagia, tersenyu...