14. Prove Them Wrong

29 8 3
                                    

Bangkai tidak akan mungkin tercium baunya jika di kubur dalam tanah, kecuali kita menggalinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bangkai tidak akan mungkin tercium baunya jika di kubur dalam tanah, kecuali kita menggalinya. - Ayah Ten

....

Pria dan wanita tanpa sehelai kain berdiri dengan tangan terangkat ke langit-langit, pergelangan tangannya tampak ruam merah akibat rantai besi yang melilitnya.

Leguhan terdengar silih bergantian, pusat pada tengah ruangan terdapat tumpukan bulu angsa yang menjadi tempat salah satu wanita berbaring di atasnya, dengan di kelilingi empat orang tanpa busana dengan air liur terlihat ingin memakan buruan.

Sayatan juga luka lebam memenuhi tubuh sosok gadis tersebut. Meringis ... Bukan kesakitan fisik tapi batin. Sinar lampu putih berkedip beberapa kali dari benda persegi panjang yang di pegang oleh salah satu orang.

Di tengah riuh dalam ruangan tersebut. Di sudut ruangan duduk di sofa coklat tua dengan keadaan topless tapi di balut sebuah jaket transparan berwarna putih. Di tangan kirinya memegang sebuah novel mitologi, lalu tangan kanannya sebatang rokok marijuana, bibirnya dengan tempo teratur menghembuskan kepulan asap putih yang menyegarkan, baginya.

Keningngya berkerut meski antensinya pada rangkaian kalimat dalam buku. Namun, pikirannya dari awal kakinya masuk ke dalam ruangan tersebut selalu terpikirkan suara caci makian dari sang tuan. Dia tuan, tapi orang yang dimaksud adalah tuan besar.

Hatinya menolak dan menentang atas perlakuannya tersebut, tapi dia tidak bisa melawan ataupun membalasnya. "Hahhh ...." napasnya di buang secara kasar bersamaan asap putih yang keluar dari paru-parunya.

"Brengsek!" umpatnya melempar buku tersebut acak dan menyesap nikotin lagi.

"Tuan Bobby, apa kau tidak akan bersenang-senang dengannya?"

Alis salah satu matanya terangkat. Tak lama seringaian muncul di bibirnya, "emm ... Tunggu! aku akan bermain dengannya." Pikirannya langsung tertuju pada hal-hal yang biasa dia lakukan.

Persetan dengan kemarahan sang tuan, dia bangkit dari duduknya berjalan mendekati sekumpulan orang tanpa busana di tengah ruangan. Orang-orang yang terikat tidak ada yang teriak marah atau mengeluarkan kata umpatan. Mereka hanya menangis dan terisak.

"Dapat dari mana dia?" Bobby tepat di atas kepala wanita yang sedang berbaring lemah. "Taiwan? Mungkin," sahut seseorang ragu.

Jari Bobby mendarat di perpotongan tulang selangka sosok gadis tesebut, membelai halus bak sebuah guci porselen. Mata keduanya tak sengaja saling pandang, mungkin bagi sang gadis senyuman Bobby terlihat sangat hangat. Perlahan jari yang menghantar listrik pada sang objek naik kepada rahang manisnya.

Bobby menundukan wajahnya. Matanya terpejam dan bibirnya bertautan lembut dengan saliva di sekitarnya. Sesekali Bobby memiringkan wajahnya ke arah kiri dan kanan agar ciumannya dapat lebih dalam.

Grief: The Kinds of Love - [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang