Pagi ini semua orang sudah sibuk dengan kegiatan masing-masing. Menata seluruh senjata dan alat-alat yang akan di butuhkannya, alat instrumen bedah beserta basic obat-obatan yang di butuhkan mereka bawa saat ini.
Satu orang yang sudah selesai menyiapkan segala keperluan yang di perlukan, mulai berkeliling melihat segala sudut yang ada di rumah dua lantai dengan dominan kayu jati.
"Arthit." Nama yang di panggil menolehkan kepalanya.
"Ah?! sudah siap, ayo berangkat," ujarnya dengan tersenyum, kejadian semalam mungkin akan membuat wajah Arthit memerah jika di ingat kembali tapi dia berencana untuk pura-pura hilang ingatan. Sejauh ini sosok di depannya tidak membahas kejadian semalam, bahaya jika banyak orang yang tahu tentang ini. Saat ini yang ada di tubuh Arthit adalah Arthit bukan lagi Bee atau kepribadian lainnya.
"Sedikit lagi, Mashiho sedang menyimpan tas bawaan kita ke dalam mobil." Tine mendekati sang objek yang terlihat sedih dari auranya. "Kau kenapa, hm?"
"Hahh." Arthit tersenyum pahit dengan sepasang netranya mulai meihat lagi kesekeliling.
Tine Siriporn mengikuti mata sang lawan bicara mengarah. "Apa kau menyukai rumah ini?"
"Umm, sangatlah nyaman."
"Kalau begitu—"
"Ketua semua sudah siap, ayo berangkat," sela Mashiho dari balik pintu yang hanya terlihat kepalanya saja.
Keduanya mengangguk dan mulai berjalan keluar meninggalkan rumah juga pembicaraan yang belum saja di selesaikan.
Semua sudah berada di dalam mobil jeep wrangler. Haruto mengambil alih pengemudi, di sisinya tentu sang ketua—Tine Siriporn. Arthit dan Mashiho dikursi belakang.
Haruto mendapat informasi dari Arthit untuk mengambil rute pesisir kota. Mengingat, keduanya sedang dalam keadaan buron di dunia. Jalan yang menuju ke salah satu tempat yang di tuju, bukan pelabuhan.
"Apakah benar Arthit tempat itu ada? setahuku kita harus tetap ke pelabuhan," tanya Haruto.
"Percayalah padaku. Jika kau berpikir secara CIA, aku berbeda. Aku dari sisi mafia seperti yang di ajarkan oleh Ace dan ayah Ten," balas Arthit
Haruto tetap memandang Arthit dari spion sedikit ragu. Sosok di sisinya memberikan sebuah kode mata untuk percaya padanya. Kota ini benar-benar ketat setiap di persimpangan jalan penuh penjagaan ketat.
Akhirnya, mobil jeep hitam legam tersebut berhasil masuk ke sebuah semak-semak yang meyambungkan pada sebuah hutan. Hanya jalan setapak yang terlihat, tapi mobil yang mereka masih bisa masuk lebih dalam lagi.
Suara burung-burung gagak memekik di sekitar. Membuat Arthit sedikit mengernyit. Ia sadar seharusnya saat ini dirinya harus mengizinkan kepribadian lain muncul agar phobianya tidak berdampak buruk pada tim. Sayangnya, kepribadian yang mereka punya tidak sepintar dirinya, Black hanya pintar berkelahi!
"Astaga," pekik Mashiho tepat di sisi Arthit yang sedang melamun.
"A-arthit apa benar ini?" ungkap sang pengemudi mengencangkan pegangannya pada setir mobil.
"Iya, Ini terowongan rahasia tentara Jepang yang di buat masuk ke dalam laut untuk tembus ke Pulau Tshusima bahkan ujung selatan Korea," jelasnya membuat kedua bawahan Tine meneguk ludahnya.
Terowongan setinggi 3 meter tersebut terlihat gelap, sangat gelap. Tidak ada cahaya masuk.
"Baiklah." Haruto mulai menjalankan mobilnya perlahan masuk kedalam.
Ketika body mobil masuk seutuhnya belum 500 meter mereka masuk. Matanya sudah dikejutkan dengan pemandangan mayat manusia berserakan. Aroma cairan mayat begitu menyengat, sehingga Mashiho menutup kaca mobil di sisinya. Banyak mobil berserakan dengan keadaan terbalik, hancur bahkan masih utuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grief: The Kinds of Love - [END]
Science Fiction[Bagian 2 The Love Universe] - Highest rank 4 #sciencefantasy on March'7th 2023. Arthit, seorang pria yang diasuh oleh orangtua angkat sebelum bertemu dengan sosok pria dewasa yang sangat dihormati olehnya yaitu 'Ayah Ten'. Mencoba bahagia, tersenyu...